posted by: Dunia Andromeda
Kita punya teman bernama fotografi, teman sempurna dalam berpergian, dinas ke daerah, ziarah, piknik, mudik atau mendaki bukit. Fotografi bikin kita percaya diri jelajahi tempat yang kita kunjungi, orang-orang yang kita jumpai; fotografi bikin perjalanan jadi lebih berarti, dan bersamanya kita nikmati asyiknya mencintai seni. Fotografi membuat kita lebih bersyukur atas anugerah penglihatan dan kesempatan melihat tanda-tanda keagungan Ilahi. Nikmat yang tak dapat diukur dan ditakar.
Fotografi menjadi alasan kuat untuk aktivitas kita, pergi mengunjungi berbagai tempat yang sebelumnya tak punya niat, pulang telat, membeli alat, dst. Hasrat membara untuk dapatkan bidikan yang mantap mendorong kita bersusah payah mengeksplore sebuah tempat hingga semak belukar, memutar-mutari apa yang akan kita ambil gambarnya, mencari-cari sudut pengambilan untuk menemukan keunikan dan keindahan yang tak terlupakan, kadang pencarian ini juga beresiko fatal jika tidak dilakukan dengan hati-hati dan perhitungan nalar.
Menemukan viewpoint terbaik adalah perisitiwa besar, jantung anda berdebar, lama mata anda menatapnya dengan berbinar, anda mungkin berpikir, apakah ini waktu yang tepat untuk mengambil gambar, anda mungkin akan mendirikan tenda dan menunggu moment terbaik dari waktu ke waktu, dari fajar hingga asar, dari Maret hingga Desember. Anda menjadi seorang yang ulet dan sabar.
Ketika anda menekan shutter release, anda mengikat sebuah jalinan pribadi yang manis dengan tempat dan orang-orangnya. Anda di sana . Fotografi melindungi kenangan perjumpaan anda dengan apa yang ada di dalamnya. Lalu kita perlihatkan kepada yang lain tentang tempat dan suasana yang menarik di mana kita pernah di sana , pemandangan yang menakjubkan, orang-orang yang mengagumkan. Jiwa anda pun tergambar.
Sebuah gambar adalah sebuah taman bermain, terdapat tempat-tempat di mana mata kita mengembara dan mengamati, juga ruang di mana mata kita beristirahat dan relaks. Ketika kita pertama melihat sesuatu, kita bersikap untuk tidak terpengaruh. Mata kita lalu secara alami menemukan cahaya, area terang, dan mencari orang, biasanya pada mata dan mulutnya. Apakah kita tahu orang yang ada di dalam gambar? Apa yang mereka rasakan dan bagaimana hal tersebut berhubungan dengan kita? Apakah mereka tergambar memperhatikan pada sesuatu? Jika begitu, apakah kita mengenalinya (sebuah bangunan, sebuah landmark) dan seperti apa ia? Tentang apakah gambar tersebut? Apa subjek atau tujuan utamanya? Seberapa besar subjeknya? Kita menentukan skala dengan membandingkan elemen-elemen dengan sesuatu yang kita ketahui ukurannya, seperti orang, binatang, atau mobil. Sekali kita selesai mengamati orang dan elemen-elemen yang berkaitan, kita melanjutkan perhatian kita ke elemen-elemen yang lebih abstrak.
Pertama kita memperhatikan warna atau tone subjek. Merah membara, biru nan tenang, hijau natural, hitam mencekam. Lalu kita melihat bentuk. Kurva lembut, sudut kaku, garis-garis yang menyapu. Bagaimana cahaya mengenai subjek memberikan bayangan halus bentuk tiga dimensinya. Anda, sebagai fotografer, dapat memanipulasi ini semua dengan mencari terang dan gelap, menggeser intensitas dari tone dan hue. Bagaimana mata terseret ke dalam gambar?
Bentuk membimbing kita pada tekstur, bagaimana subjek terasa dalam sentuhan. Lembutkah ia, haluskah ia, keras atau kasar? Apakah memiliki karakter dan kehangatan? Cara elemen-elemen disejajarkan dan dipengaruhi oleh cahaya yang sama, membuat kita mempertimbangkan kualitas dan keterkaitan mereka. Keseimbangan menuntun mata kita dari satu elemen ke elemen yang lain, meneliti kesatuannya, kontras, dan detailnya, setiap item menambah keasyikan ke item berikutnya. Apa keterkaitan satu sama lain dari semuanya itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar