Jumat, 01 Juni 2012

Arab Spring : Momok Baru Peradaban Barat

posted by: Dunia Andromeda

Ilustrasi 'Arab Spring'. (Sumber foto: csmonitro)

REVOLUSI ARAB atau yang lebih dikenal dengan Arab Spring menjadi perbincangan banyak kalangan dan media, tidak saja di dunia Arab-Islam, tetapi juga di negara-negara barat. Kemenangan partai bercorak Islam misalnya An-Nahdah di Tunisia, Partai Keadilan dan Pembangunan di Maroko, Partai Kebebasan dan Keadilan di Mesir, sebagai penjelas yang otentik munculnya kekuatan islam politik baru di dunia Arab-Islam. 

Arab Spring memunculkan fenomena sosial politik yang sangat menarik. Sentralisasi Islam tumbuh, nasionalisme Arab, filosofi sekuler dan non sekuler juga demikian” kata DR. Ghazi Salaheddin At-Tabani, Penasehat Presiden Sudan, Omar Al-Bashir dalam Seminar bertajuk “Revolusi Arab dan Dampaknya di Timur Tengah dan Sekitarnya” (The Arab spring and its aftermath in the Middle East and beyond)” Selasa, (29/5) di The Norwegian Institute of International Affairs (NUPI) Oslo, Norwegia.

Menurut At-Tabani, Revolusi di Tunisia dan Mesir hampir sama dan merupakan murni gerakan massa dari kelas menengah. Sehingga, sekenarionya berbeda dengan di Yaman, Libya dan mungkin selanjutnya Suriah. Dampak revolusi di dua negara ini tidak hanya membawa pengaruh di negara Arab, tetapi juga di Afrika, bahkan Eropa dan Amerika.

“Demonstrasi massa di Wall Street dan Spanyol menjadi bukti adanya pengaruh revolusi “Arab Spring” lanjut At-Tabani.

Sedangkan di Mali baru-baru ini pejuang Touareg yang tergabung dalam Gerakan Azawad (National Movement for the Liberation of Azawad) and Kelompok Islam Ansar al-Din telah menandatangani kesepakatan berdirinya negara Islam di Utara Mali.

An-Nahdah dan Ikhwanul Muslimin memang menarik untuk dicermati, karena dua pergerakan Islam tersebut memiki basis massa cukup signifikan. Keduanya pernah mengalami nasib yang sama, dilarang pemerintah dan dianggap sebagai partai ilegal. Bahkan, Barat kerap menganggapnya sebagai kelompok Islam garis keras yang kurang akomodatif terhadap kepentingannya dan Israel khususnya. 

Kemenangan sejumlah partai politik berhaluan Islam di negara-negara Arab-Islam, setidaknya memunculkan kehawatiran Barat mengenai masa depan hubungannya dengan kelompok Islamis pasca revolusi.

Menurut, At-Tabani, kondisi ini tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan, karena para elit partai ini tahu bagaimana cara bersikap dengan dunia luar. 

Rachid Gannouchi, pemimpin An-Nahdah di Tunisia, 20 tahun berada di Eropa (London), sehingga pikiran dan sikap keterbukaannya dengan dunia luar tidak diragukan. Sebaliknya, negara-negara Barat harus sadar untuk bisa bekerjasama secara postif dengan pemerintahan Islamis yang diakui secara internasional, terutama ditengah krisis ekonomi yang melanda mereka, kata At-Tabani.

“Hemat saya, kemungkinan akan ada aliansi antara Mesir dan Turki. Turki bisa menjadi model demokratisasi politik dan ekonomi di dunia Islam. Dan ini kesempatan baik untuk membina hubungan antara Barat dengan Islam, ‘’ kata At-Tabani.

Seminar yang diselenggarakan Lembaga think-tank Norwegia tersebut, dihadiri para pengamat politik, akademisi, diplomat, aktivis HAM dan jurnalis.

Walaupun sempat ada aksi protes dari sejumlah aktivis HAM Darfour terhadap penyelenggara dan nara sumber, acara seminar berlangsung lancar. Para pemerotes itu berjaga-jaga di depan pintu menunggu DR.Ghazi Salaheddin At-Tabani keluar sembari membawa poster bergambar penasehat Presiden Sudan tersebut dengan tulisan “teroris”. Bahkan, sebelum acara dimulai, mereka membagi-bagikan selebaran kepada peserta seminar berjudul “Shame on you!! berisi profil DR.Ghazi Salaheddin At-Tabani.

Para aktivis menganggap At-Tabani sebagai “teroris”, karena ia bertanggung jawab terhadap masalah Darfour dibawah pemerintah Sudan, Presiden Omar Al-Bashir.


Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...