posted by: Dunia Andromeda
Beberapa waktu lalu, kita merayakan tahun baru masehi yang berdasarkan
penanggalan waktu yang dibuat oleh bangsa Romawi. Sebenarnya kita
sendiri juga memiliki kalender tradisional atau sistem penanggalan
tradisional yang dipakai beberapa daerah di Indonesia.
Berikut kalender tradisional Indonesia tersebut:
Kalender Jawa
Kalender Jawa merupakan kalender yang dibuat dengan penggabungan
unsur-unsur Jawa dengan penanggalan Hijriah. Sistem kalender jawa
diprakasai oleh Sultan Agung Mataram Pada tahun 1625 Masehi.
Penanggalan ini dulu berlaku untuk seluruh Pulau Jawa dan Madura
kecuali Banten. Dalam Kalender Jawa Sultan Agungan, nama-nama bulan
mengadopsi dari nama bulan pada kalender Hijriyah sehingga ada
kesesuaian dengan kondisi masyarakat Jawa Islam pada waktu itu.
Kalender Jawa dalam satu tahun terbagi menjadi 12 bulan. Nama-nama
bulan tersebut adalah : Sura, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadilawal,
Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah, Besar. Dalam
sistem kalender Jawa, siklus hari yang dipakai ada dua: siklus mingguan
yang terdiri dari 7 hari seperti yang kita kenal sekarang, yaitu
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu dan Minggu. Dan siklus pekan
pancawara yang terdiri dari 5 hari pasaran yaitu Pahing, Pon, Wage,
Kliwon, dan Legi.
Kalender Sunda
Kalender Sunda merupakan salah satu kalender tertua di Nusantara.
Kalender Sunda ini sudah memulai perhitungan sejak tahun 122 Masehi.
Penentuan tanggalnya berdasarkan kala edar bulan dan matahari. Seperti
kalender pada umumnya, sistem penanggalan Sunda pun terdiri dari 12
bulan. Awal bulan Kalender Sunda, Kartika dan bulan ke-12 disebut
Asuji, dengan urutan Kalender Sunda, terdiri dari: Kartika, Margasira,
Posya, Maga, Palguna, Setra, Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, dan
Asuji. Dalam satu bulan jumlah hari dalam kalender Sunda ada yang
berjumlah 29 hari dan 30 hari. Pada kalender sunda ada pembagian bulan
menjadi suklapaksa dan kresnapaksa sehingga tidak ada tanggal 16.
Sementara dalam seminggu ada 7 hari, yaitu Radite (Minggu), Soma
(Senin), Anggara (Selasa), Buda (Rabu), Respati (Kamis), Sukra (Jumat),
dan Tumpek (Sabtu). Dalam sewindu ada tiga tahun kabisat. Setiap 120
tahun, satu hari dihilangkan.
Kalender Bali
Kalender Bali merupakan kalender Saka yang sudah dimodifikasi dan
diberi tambahan elemen-elemen lokal Bali. Kalender Bali digunakan oleh
orang Hindu Bali di pulau Bali dan Lombok. Satu tahun terdiri dari dua
belas bulan dimana pergantian tahun adalah pada tahun baru Saka yaitu
tanggal satu Waisakha atau penanggal ping pisan sasih kadasa. Nama-nama
bulan pada kalender Bali, yaitu: Kadasa, Jiyestha, Sadha, Kasa, Karo,
Ketiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, dan Kasanga. Satu minggu
terdiri dari tujuh hari dimana pergantian minggu dimulai pada Redite
(Minggu) dengan nama-nama hari : Redite, Coma, Anggara, Buda, Wraspati,
Sukra, Saniscara.
Kalender Bugis
Pada masa sebelum Tahun 1520 masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan
memiliki penanggalan dan nama-nama bulan sendiri. Istilah Nama Bulan
dalam kalender Bugis, yaitu: Naagai, Palagunai, Bisaakai, Jettoi,
Sarawanai, Pe'dawaranai, Sujiwi, Pacciekai, Pociyai, Mangasierai,
Mangase'tiwi dan Mangalompai. Nama-nama hari dalam satu Minggu : aha',
seneng, selasa, raba'/arabang, kammisi, juma' dan sattu. Orang Bugis
juga memiliki sistem kalender yang khas yang disebut kotika Bilangeng
duappulo, yang mengacu pada siklus dua puluh hari. Kotika atau kalender
tradisional ini sering dipakai oleh para sepuh suku bugis untuk
menentukan waktu, hari atau arah yang baik atau buruk. Misalnya,
memberi petunjuk tentang waktu yang baik memulai mengerjakan sawah,
mendirikan rumah, dan sebagainya. Dalam Kutika Bilangeng Duappulo
disebutkan 20 nama hari yaitu sebagai berikut : Pong, Pang, Lumawa,
Wajing, Wunga Wunga, Telettuq, Anga, Webbo, Wagé, Ceppa, Tulé, Aiéng,
Beruku, Panirong, Maua, Dettia, Soma, Lakkaraq, Jepati, dan Tumpakale.
Kalender Batak Karo
Orang Batak Karo juga mempunyai kalender tradisional yang disebut
Porhalaan atau Kalender Batak Karo. Porhalaan didasarkan pengitaran
bulan mengelilingi bumi, satu tahun terdiri atas 12 bulan,
masing-masing 30 hari sehingga keseluruhan hari berjumlah 360 hari.
Nama-nama bulan dinamakan dengan nama binatang atau benda apa yang
bersamaan dengan bulan bersangkutan. Adapun nama-nama bulan adalah
sebagai berikut: Bulan Sipaka sada merupakan bulan kambing, Bulan
Sipaka dua merupakan bulan lampu, Bulan Sipaka telu merupakan bulan
gaya (cacing), Bulan Sipaka empat merupakan bulan katak, Bulan Sipaka
lima merupakan bulan arimo (harimau), Bulan Sipaka enem merupakan bulan
kuliki (elang), Bulan Sipaka pitu merupakan bulan kayu, Bulan Sipaka
waluh merupakan bulan tambak (kolam), Bulan Sipaka siwah merupakan
bulan gayo (kepiting), Bulan Sipaka sepuluh merupakan bulan belobat
baluat atau balobat (sejenis alat musik tiup), Bulan Sipaka sepuluh
sada merupakan bulan batu dan Bulan Sipaka sepuluh dua merupakan bulan
nurung (ikan). Hari pertama setiap bulan jatuh pada bulan mati dan hari
kelima belas adalah bulan purnama. Pada kalender Batak tidak pernah
diketahui angka tahun karena memang tidak pernah dihitung. Kalender
tersebut tidak pernah dipakai untuk penanggalan melainkan untuk tujuan
meramal hari yang baik yang disebut panjujuron ari.
Selain sistem penanggalan tersebut, beberapa daerah juga memiliki
sistem penanggalan lainnya. Sayangnya masih belum ada sumber tertulis
yang jelas. Sudah saatnya ada yang mulai mempelajari sistem penanggalan
warisan nenek moyang kita itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar