posted by: Dunia Andromeda
1. Uang Syailendra (850 M)
2. Uang Krishnala, Kerajaan Jenggala (1042-1130 M)
3. Uang "Ma", (Abad ke-12)
4. Uang Gobog Wayang, Kerajaan Majapahit (Abad k-13)
5. Uang Dirham, Kerajaan Samudra Pasai (1297 M)
7. Uang Kasha Banten, Kesultanan Banten (Abad ke-15)
8. Uang Jinggara, Kerajaan Gowa (Abad ke-16)
8. Uang Jinggara, Kerajaan Gowa (Abad ke-16)
9. Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)9. Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)9. Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)9. Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)
Mata uang Indonesia dicetak pertama kali sekitar tahun 850/860 Masehi,
yaitu pada masa kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di Jawa
Tengah. Koin-koin tersebut dicetak dalam dua jenis bahan emas dan perak,
mempunyai berat yang sama, dan mempunyai beberapa nominal :
* Masa (Ma), berat 2.40 gram; sama dengan 2 Atak atau 4 Kupang
*
Atak, berat 1.20 gram; sama dengan ½ Masa, atau 2 Kupang
* Kupang
(Ku), berat 0.60 gram; sama dengan ¼ Masa atau ½ Atak
Sebenarnya masih ada satuan yang lebih kecil lagi, yaitu ½ Kupang (0.30
gram) dan 1 Saga (0,119 gram).
Koin emas zaman Syailendra berbentuk
kecil seperti kotak, dimana koin dengan satuan terbesar (Masa)
berukuran 6 x 6/7 mm saja. Pada bagian depannya terdapat huruf
Devanagari "Ta". Di belakangnya terdapat incuse (lekukan ke dalam) yang
dibagi dalam dua bagian, masing-masing terdapat semacam bulatan. Dalam
bahasa numismatik, pola ini dinamakan "Sesame Seed".
Sedangkan
koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka
dicetak huruf Devanagari "Ma" (singkatan dari Masa), dan di bagian
belakangnya terdapat incuse dengan pola "Bunga Cendana".
2. Uang Krishnala, Kerajaan Jenggala (1042-1130 M)
Pada zaman Daha dan Jenggala, uang-uang emas
dan perak tetap dicetak dengan berat standar, walaupun mengalami proses
perubahan bentuk dan desainnya. Koin emas yang semula berbentuk kotak
berubah desain menjadi bundar, sedangkan koin peraknya mempunyai desain
berbentuk cembung, dengan diameter antara 13-14 mm.
Pada waktu itu uang kepeng Cina datang begitu
besar, sehingga saking banyaknya jumlah yang beredar, akhirnya dipakai
secara "resmi" sebagai alat pembayaran, menggantikan secara total
fungsi dari mata uang lokal emas dan perak.
3. Uang "Ma", (Abad ke-12)
Mata uang Jawa dari emas dan perak yang ditemukan kembali, termasuk di
situs kota Majapahit, kebanyakan berupa uang "Ma", (singkatan dari
māsa) dalam huruf Nagari atau Siddham, kadang kala dalam huruf Jawa
Kuno. Di samping itu beredar juga mata uang emas dan perak dengan
satuan tahil, yang ditemukan kembali berupa uang emas dengan tulisan ta
dalam huruf Nagari. Kedua jenis mata uang tersebut memiliki berat yang
sama, yaitu antara 2,4 – 2,5 gram.
Selain itu masih ada beberapa
mata uang emas dan perak berbentuk segiempat, ½ atau ¼ lingkaran,
trapesium, segitiga, bahkan tak beraturan sama sekali. Uang ini
terkesan dibuat apa adanya, berupa potongan-potongan logam kasar; yang
dipentingkan di sini adalah sekedar cap yang menunjukkan benda itu
dapat digunakan sebagai alat tukar. Tanda tera atau cap pada uang-uang
tersebut berupa gambar sebuah jambangan dan tiga tangkai tumbuhan atau
kuncup bunga (teratai?) dalam bidang lingkaran atau segiempat. Jika
dikaitkan dengan kronik Cina dari zaman Dinasti Song (960 – 1279) yang
memberitakan bahwa di Jawa orang menggunakan potongan-potongan emas dan
perak sebagai mata uang, mungkin itulah yang dimaksud.
4. Uang Gobog Wayang, Kerajaan Majapahit (Abad k-13)
pada zaman Majapahit ini
dikenal koin-koin yang disebut "Gobog Wayang", dimana untuk pertama
kalinya diperkenalkan oleh Thomas Raffles, dalam bukunya The History of
Java. Bentuknya bulat dengan lubang tengah karena pengaruh dari koin
cash dari Cina, ataupun koin-koin serupa yang berasal dari Cina atau
Jepang. Koin gobog wayang adalah asli buatan lokal, namun tidak
digunakan sebagai alat tukar. Sebenarnya koin-koin ini digunakan untuk
persembahan di kuil-kuil seperti yang dilakukan di Cina ataupun di
Jepang sehingga disebut sebagai koin-koin kuil. Setelah redup dan
runtuhnya kerajaan Majapahit di Jawa Timur (1528), Banten di Jawa
bagian barat muncul sebagai kota dagang yang semakin ramai.
5. Uang Dirham, Kerajaan Samudra Pasai (1297 M)
Mata uang emas dari Kerajaan Samudra Pasai untuk pertama kalinya
dicetak oleh Sultan Muhammad yang berkuasa sekitar 1297-1326. Mata
uangnya disebut Dirham atau Mas, dan mempunyai standar berat 0,60 gram
(berat standar Kupang). Namun ada juga koin-koin Dirham Pasai yang
sangat kecil dengan berat hanya 0,30 gram (1/2 Kupang atau 3 Saga).
Uang Mas Pasai mempunyai diameter 10–11 mm, sedangkan yang setengah Mas
berdiameter 6 mm. Pada hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan
gelar "Malik az-Zahir" atau "Malik at-Tahir".
6. Uang Kampua, Kerajaan Buton (Abad ke-14)
Uang yang sangat unik,yang dinamakan Kampua dengan bahan kain tenun
ini merupakan satu-satunya yang pernah beredar di Indonesia. Menurut
cerita rakyat Buton, Kampua pertamakali diperkenalkan oleh
Bulawambona,yaitu Ratu kerajaan Buton yang kedua,yang memerintaha
sekitar abad XIV. Setelah ratu meninggal,lalu diadakan suatu "pasar"
sebagai tanda peringatan atas jasa-jasanya bagi kerajaan Buton. Pada
pasar tersebut orang yang berjualan engambil tempat dengan mengelilingi
makam Ratu Bulawambona. Setelah selesai berjualan,para pedagang
memberikan suatu upetiyang ditaruh diatas makam tersebut,yang nantinya
akan masuk ke kas kerajaan. Cara berjualan ini akhirnya menjadi suatu
tradisi bagi masyarakat Buton,bahkan sampai dengan tahun 1940.
7. Uang Kasha Banten, Kesultanan Banten (Abad ke-15)
Mata-uang dari Kesultanan banten pertama
kali dibuat sekitar 1550-1596 Masehi. Bentuk koin Banten mengambil pola
dari koin cash Cina yaitu dengan lubang di tengah, dengan ciri khasnya
6 segi pada lubang tengahnya (heksagonal). Inskripsi pada bagian muka
pada mulanya dalam bahasa Jawa: "Pangeran Ratu". Namun setelah
mengakarnya agama Islam di Banten, inskripsi diganti dalam bahasa Arab,
"Pangeran Ratu Ing Banten". Terdapat beberapa jenis mata-uang lainnya
yang dicetak oleh Sultan-sultan Banten, baik dari tembaga ataupun dari
timah, seperti yang ditemukan pada akhir-akhir ini.
8. Uang Jinggara, Kerajaan Gowa (Abad ke-16)
8. Uang Jinggara, Kerajaan Gowa (Abad ke-16)
Di daerah Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara,
berdiri kerajaan Gowa dan Buton. Kerajaan Gowa pernah mengedarkan mata
uang dan emas yang disebut jingara, salah satunya dikeluarkan atas nama
Sultan Hasanuddin, raja Gowa yang memerintah dalam tahun 1653-1669. Di
samping itu beredar juga uang dan bahan campuran timah dan tembaga,
disebut kupa.
9. Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)9. Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)9. Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)9. Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)
9. Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)
Sultan yang memerintah kerajaan Cirebon pernah mengedarkan mata uang
yang pembuatannya dipercayakan kepada seorang Cina. Uang timah yang amat
tipis dan mudah pecah ini berlubang segi empat atau bundar di
tengahnya, disebut picis, dibuat sekitar abad ke-17. Sekeliling lubang
ada tulisan Cina atau tulisan berhuruf Latin berbunyi CHERIBON.
10. Uang Real Batu, Kesultanan Sumenep (1730 M)
Kerajaan
Sumenep di Madura mengedarkan mata uang yang berasal dari uang-uang
asing yang kemudian diberi cap bertulisan Arab berbunyi 'sumanap'
sebagai tanda pengesahan. Uang kerajaan Sumenep yang berasal dari uang
Spanyol disebut juga real batu karena bentuknya yang tidak beraturan.
Dulunya uang perak ini banyak beredar di Mexico yang kemudian beredar
juga di Filipina (jajahan Spanyol). Di negeri asalnya uang mi bernilai 8
Reales. Selain uang real Mexico, kerajaan Sumenep juga memanfaatkan
uang gulden Belanda dan uang thaler Austria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar