posted by: Dunia Andromeda
Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga
cempaka.
Ia menjual bunganya di pasar, berjalan kaki cukup jauh.
Usai
jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu.
Ia berwudhu, masuk
masjid, dan melakukan salat Zhuhur.
Setelah membaca wirid
sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid.
Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid.
Selembar
demi selembar dikaisnya.
Tidak satu lembar pun ia lewatkan.
Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu.
Padahal
matahari Madura di siang hari sungguh menyengat.
Keringatnya
membasahi seluruh tubuhnya.
Banyak pengunjung masjid jatuh iba
kepadanya.
Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk
membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada
hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid.
Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut.
Tidak ada satu
pun daun terserak di situ.
Ia kembali lagi ke masjid dan menangis
dengan keras.
Ia mempertanyakan mengapa
daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang
menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya.
“Jika kalian kasihan
kepadaku,” kata nenek itu, “Berikan kesempatan kepadaku untuk
membersihkannya.”
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan
dedaunan itu seperti biasa.
Seorang kiai terhormat diminta untuk
menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat
membersihkan dedaunan itu.
Perempuan tua itu mau menjelaskan
sebabnya dengan dua syarat, pertama, hanya Kiai yang mendengarkan
rahasianya, kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih
hidup.
Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat
mendengarkan rahasia itu.
“Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai,”
tuturnya.
“Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga
tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhir
tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad saw.
Setiap kali saya
mengambil selembar daun, saya ucapkan satu shalawat kepada Rasulullah.
Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi
menjemput saya.
Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan shalawat
kepadanya.”
Perempuan tua dari kampung itu bukan saja
mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus.
Ia juga
menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal
dihadapan Allah swt.
Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran
spiritual yang tinggi.
Ia tidak dapat mengandalkan amalnya.
Ia
sangat bergantung pada rahmat Allah.
kalau kita ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar