posted by: Dunia Andromeda
Menjelang datangnya "Hari
Kasih Sayang" atau peringatan Valentine's Day (VD) 2012 ini,
produk-produk makanan tertentu, semisal cokelat, dikemas dengan
warna-warni khas pink dijajakan di gerai-gerai supermarket, mal, dan
minimarket. Demikian pula aneka kembang, seperti mawar, siap ditawarkan
kepada generasi muda yang hendak merayakannya di sejumlah tempat. Bunga
mawar sudah identik dengan VD.
Tengoklah Pasar Bunga Rawa
Belong, Jakarta Barat. Beberapa pekan sebelum kedatangan VD, penjualan
bunga, khususnya jenis mawar, laris manis bak suasana penjualan bunga
menjelang hari raya Idul Fitri. Luar biasa peminatnya, terutama
kalangan muda-mudi dan pengelola tempat-tempat hiburan guna menyambut
VD! Selain peminatnya melonjak drastis, harga yang dipatok pun naik
hingga 300% dari hari-hari biasa.
Sementara sejumlah
perusahaan, baik penyedia jasa maupun produk lainnya, juga turut
beramai-ramai menyambut Valentine dengan memasang iklan di media massa
cetak, elektronik, maupun online. Sepertinya perusahaan-perusahaan
tersebut merasa "terkucil" jika tak ikut merayakan Valentine yang jatuh
setiap tanggal 14 Februari tersebut.
Media massa, yang oleh
sejumlah ahli Ilmu Komunikasi Massa disebut sebagai agen kapitalisme
juga turut memberikan justifikasi untuk merayakan VD. Sebelum hari VD
tiba, sejumlah berita dan artikel diturunkan, membahas tentang gegap
gempitanya persiapan masyarakat urban menyambut VD. Seolah-olah, VD
menjadi tren baru yang mesti diikuti jika kita tak mau ketinggalan
zaman.
Untuk siapa cokelat dan bunga itu diberikan? Tentu
jawaban merek a yang merayakan VD adalah "untuk orang terkasih". Orang
yang terkasih itu berarti bisa ibunya, ayahnya, temannya, atau lebih
khusus lagi untuk pacar atau kekasihnya. Dan peruntukan bagi pacar
inilah yang tampaknya paling dominan.
Aneh bin ajaib, memang.
Di negara yang mayoritas penduduknya Muslim di sini, peringatan sebuah
peristiwa yang justru berasal dari tokoh non Muslim, ini tiap tahun
dirayakan dengan gegap gempita. Tiap tahun perayaan VD kian massif
karena bertambahnya generasi baru yang semula belum akrab dengannya
bergabung bersama mereka yang telah familiar dan menikmati agenda
tersebut.
Asal Muasal Valentine's Day
Setiap
generasi semestinya paham dengan peringatan maupun perayaan hari
tertentu semacam VD ini. Sangat naif, atau bahasa pasarnya "bodoh",
jika mereka tak tahu, apalagi "tak mau tahu" tentang sejarah dan makna
sebuah peringatan. Jika mereka tak tahu sejarah dan makna di balik
perin gatan VD, itu ibarat "katak dalam tempurung", sementara mereka
berada di era teknologi informasi yang dengan mudahnya mengakses
pengetahuan dari berbagai sumber.
Jika mereka bersikap "tak
mau tahu" itu berarti mereka seperti menyerahkan dirinya menjadi budak
peradaban dan budaya dari luar yang sesungguhnya bertentangan dengan
nilai-nilai hidup yang dipegangnya selama ini.
Mengutip
informasi dari berbagai sumber, kiranya kita mengetahui bahwa VD
bermula dari seorang rohaniawan Kristen yang menjadi martir (dibunuh)
karena keyakinan yang dianutnya semasa kekuasaan Romawi di bawah Raja
Claudius II (268-270 M). Semasa hidupnya Valentinus disebut-sebut
sebagai figur yang menjalani hidup dengan penuh kasih. Karena itulah,
begitu dirinya terbunuh, maka para pengikutnya memberikan gelar Saint
atau Santo (orang suci).
Peristiwa kematian St Valentine pada
14 Februari 270 M itu lantas diperingati sebagai upacara ritual
keagamaan di sebagian penganutnya yang beragama Kristen tersebut.
Meski kemudian dalam perkembangannya, secara berangsur-angsur
peringatan itu bergeser menjadi perayaan yang tidak mendasarkan pada
agama tertentu. Hari Valentine kemudian dihubungkan pula dengan pesta
jamuan kasih sayang bangsa Romawi Kuno yang disebut "supercalis".
Namun,
manakala penguasa dan bangsa Romawi mengikuti agama Kristen, pesta
supercalis tersebut dikait-kaitkan dengan upacara sakral memperingati
kematian St. Valentinus sebagai hari kasih sayang. Perayaan ini
menyebar cepat dan luas di kawasan Eropa saat orang-orang di sana
mengaitkan kepercayaan mereka bahwa saat kasih sayang itu bersemi bak
burung jantan dan betina pada tanggal 14 Februari. Ditambah lagi mitos
di kalangan bangsa Eropa bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari
pasangan hidupnya pada tanggal 14 Februari, kian memberikan semangat
generasi baru bergabung memperingatinya.
Di negara-negara
Barat, dimana perayaan VD bermula, perayaannya menurut catatan
Wikipedia, menempati posisi kedua setelah perayaan Natal. The Greeting
Card Assosiation di Amerika Serikat memperkirakan, di seluruh dunia
sekitar satu miliar kartu valentine dikirimkan setiap tahun.
Perayaan
VD kini terus berkembang pesat, menjalar ke segala penjuru dunia.
Sejarah dan makna peringatan VD seperti sengaja disembunyikan guna
merangkul generasi muda lain di negara-negara yang bukan penganut
Kristen. Maka, kenyataannya dalam beberapa tahun terakhir ini
peringatan kematian St Valentinus tersebut dianggap sebagai perayaan
hari kasih sayang yang bernilai universal. Luar biasa!
Akses Valentine's Day
Kasih
sayang memang bersifat manusiawi. Setiap manusia membutuhkan kasih
sayang dari sesamanya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ajaran dan
nilai-nilai semua agama juga menekankan masalah ini. Hanya saja jika
sebuah peringatan hari kasih sayang yang memiliki akar sejarah dengan
nilai, keyakinan, serta ideologi tertentu, pastilah memiliki nilai dan
semangat tertentu pula. Meski, bisa jadi hal itu tak tampak wujudnya!
Kasih
sayang sejati namun kemasannya ditransformasikan melalui budaya pop
juga bisa melenceng dari nilai hakiki. Misalnya, pacaran yang di negeri
ini sudah menjadi hal lumrah, sejatinya bertentangan dengan nilai-nilai
Islam. Tapi, rasanya pemuda yang pernah pacaran bahkan menjadi bahan
cibiran kawan-kawannya. Pacaran seolah-olah menjadi penanda seseorang
mengikuti tren arus hidup modern. Sedangkan mereka yang tak melalui
jalur pacaran dalam menuju kursi pelaminan dianggap kuno dan
ketinggalan zaman. Masya Allah!
Nah, kaitannya dengan
Valentine Day, tampaknya momen seperti inilah yang ditunggu-tunggu oleh
mereka yang akrab dengan dunia pop, yakni mereka yang mengikuti arus
kehidupan hedonistik dan materialistik. Sudah bisa dibayangkan sebagian
mereka yang merayakan VD akan menghabiskan waktunya seharian dengan
kekasihny a. Ada yang masih bersifat wajar, namun tak menafikan pula
mereka yang "menerjemahkan" VD dengan melakukan aktivitas yang
betul-betul melanggar hukum Allah SWT.
Sebagian dari
mereka yang belum berstatus suami-isteri jelas ada yang menghabiskan
waktu berbagi "kasih sayang" itu dengan kencan di kafe-kafe, di
bar-bar, dan di diskotik-diskotik. Siapa yang bisa menjamin mereka
tidak melakukan perbuatan yang mendekati zina?
Dengan melihat
kemudharatan yang terjadi dari perayaan VD ini, kiranya sudah saatnya
para dai dan alim ulama untuk gencar mengingatkan "dampak yang tak
diinginkan" tersebut. Sebab, bisa jadi jutaan pasangan muda-mudi di
sini turut merayakan VD tanpa memahami makna dan sejarahnya. Mereka
mengikuti tradisi dan budaya populer yang dirayakan oleh kebanyakan
bangsa Barat yang notebene non Muslim.
Dinul Islam yang suci
telah menuntun manusia dengan ajaran kasih sayang yang suci, bukan
kasih sayang yang disalahguna kan. Bukankah kita tak menginginkan
generasi yang mudah terseret arus yang berkedok gaya hidup modern, tapi
sejatinya adalah gaya hidup jahiliyah modern. Valentine's Day mendapat
sambutan baik di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim karena yang
dikedepankan adalah nilai universal dan gaya hidup pop. Sementara
sejarah asli yang melatarbelakanginya ditutup-tutupi atau dikaburkan.
Sadarlah wahai generasi Islam! Wallahu a'lam bishawwab.
Misroji, M.I.Kom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar