posted by: Dunia Andromeda
Orang-orang
narsis mungkin gemar memuji dirinya sendiri, tapi sebuah penelitian terbaru
Menurut penelitian
terbaru itu, orang-orang narsis memang mengaku kepada para psikolog
bahwa mereka membanggakan dirinya. Tapi manakala pengakuan mereka itu
diuji detektor kebohongan, kebenaran sejati pun terkuak. Mereka mengakui
rendahnya kepercayaan diri mereka.
Narsisme adalah kepuasaan
erotis yang berasal dari kekaguman akan atribut fisik atau mental
seseorang. Kondisi ini normal pada masa pengembangan kepribadian sewaktu
seseorang masihlah anak-anak.
"Ini menunjukkan bahwa
individu-individu yang tingkat narsismenya tinggi mungkin tengah
membesar-besarkan kepercayaan dirinya," kata peneliti pada penelitian
itu, Erin Myers, yang juga psikolog pada Universitas Western Carolina
University, kepada LiveScience, Reuters.
"Dengan kata lain
individu-individu narsis sebenarnya tidak mempercayai diri mereka
sehebat apa yang mereka gembar-gemborkan." mendapati fakta bahwa prilaku
membanggakan diri sendiri kaum narsis itu sebenarnya menyembunyikan
perasaan keinferioran (rendah diri) mereka.
Kendati narsisme lebih dikenal
sebagai gangguan kepribadian narsistik yang esktremnya adalah bentuk
gangguan nyata mengenai mencintai diri sendiri, gangguan itu muncul pada
derajat berbeda-beda dalam setiap manusia yang secara psikologis sehat.
Orang
yang sangat narsis biasanya sangat menyanjung dirinya, namun dari
penelitian itu tersimpul keraguan bahwa apakah prilaku mereka itu memang
asli atau pura-pura.
Untuk mengungkapkannya, Myers dan
kawan-kawannya menggunakan sedikit tipuan. Mereka merekrut 71 mahasiswi
dari the Universitas Southern Mississippi
dan meminta mereka mengisi kuisioner yang dirancang untuk menakar kadar
kepercayaan diri dan narsisme mereka.
Kemudian, para mahasiswa
itu dibawa ke laboratorium Myers di mana mereka menghadapi banyak
evaluasi psikologi, lalu mereka diberitahu bahwa mereka dihadapkan pada
alat pendeteksi kebohongan sehingga para psikolog bisa mengetahui apakah
mereka berbohong atau tidak.
Para mahasiswi itu kemudian diminta
untuk sepakat atau tidak sepakat atas pernyataan-pernyataan seperti
"Saya memiliki pembawaan positif
dalam diri saya."
"Saya berperan sebagai peneliti dan selalu
mengenakan baju lab putih," kata Myers. "Kami bahkan beranjak lebih jauh
untuk menkonduksi kulit ketika membawa para partisipan guna mengenakan
peralatan itu. Kami ingin membuat situasi seterpecaya mungkin."
Semua
mahasiswa mengenakan peralatan itu, tetapi beberapa di antara mereka
diberitahu bahwa itu hanya untuk keperluan latihan dan alat "deteksi
kebohongan" itu akan dimatikan sebelum penelitian dimulai. Yang lainnya
menjalani seluruh prosedur dengan keyakinan mereka sedang dipantau
kejujurannya.
Hasilnya mengungkapkan kesimpulan menarik.
Bagi
wanita dengan skor narsismenya rendah, maka hasil pantauan alat deteksi
kebohongan tak berbeda dari tingkat kepercayaan diri yang sebelumnya
dilaporkan.
Tapi wanita dengan tingkat narsisme lebih tinggi
ternyata lebih mencintai diri mereka ketika mengira mesin pendeteksi
kebohongan itu telah dimatikan. Begitu mereka yakin para peneliti tahu
bahwa mereka berkata jujur, respons tingkat kepercayaan dirinya seketika
menurun.
Menurut Myers, temuan-temuan itu menunjukkan bahwa
orang-orang narsis menyembunyikan kerendahdiriannya, meskipun para
peneliti belum yakin apakah kepalsuan ini untuk diri mereka atau demi
keuntungan orang lain.
"Orang-orang narsis mungkin mencoba
membesarkan sendiri harga dirinya dengan membangga-banggakan dirinya,"
kata Myers. "Kemungkinan lainnya adalah orang-orang narsis itu mungkin
mencoba mempengaruhi cara pandang orang lain terhadap mereka atau bisa
juga kombinasi dari keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar