posted by: Dunia Andromeda
Awan tebal menggelayut manja di langit ketika kaki melangkah melewati gerbang sebuah taman yang
teduh. Suara tercegat di tenggorokan
saat gundukan-gundukan kecil tampak menyembul di sela hijaunya
rerumputan yang terhampar rapi di depan mata. Beragam perasaan campur
aduk memenuhi rongga dada, didominasi decak kagum berdesis di ujung
lidah yang bergetar namun tak sepatah kata pun yang terucap. Langkah terhenti di
anak tangga di tengah-tengah taman. Darah berdesir perlahan mengikuti pandangan mengitari
sekeliling taman yang hijau, teduh dan asri. Hanya kesenyapan yang menyadarkan kaki sedang
berdiri di tengah taman pemakaman.
Ada
beberapa alasan yang menjadikan kunjungan ini
acara khusus di akhir pekan lalu. Pertama,
akhir November 2008 saya pulang membawa
“kekesalan” setelah kunjungan singkat ke Surabaya karena tidak dapat
menyaksikan peringatan Surabaya Lautan Api. Hal ini dikarenakan baru
membaca selebaran kegiatan yang diambil di penginapan dalam perjalanan
ke Juanda. Kedua, September 2011 alarm peringatan
kekesalan di Surabaya 3 tahun sebelumnya berdentang di memori saat
melihat lukisan ketegangan di sekitar Jembatan Merah tergantung di salah
satu sudut Museum Brawijaya Malang. Ketiga, minggu
terakhir Januari lalu secara tidak sengaja menemukan buku Des Alwi
“Pertempuran Surabaya November 1945″ di Gramedia Citraland saat sedang
mencari bahan bacaan. Jadilah buku yang baru diluncurkan 30 November
2011 ini menjadi pemicu semangat mengumpulkan informasi hingga berdiri
kagum di Makam Perang Jakarta sabtu pagi di awal Pebruari 2012.
Lalu apa hubungannya
pertempuran Surabaya dengan Makam Perang Jakarta yang dikelola oleh
suatu badan swasta yang berpusat di Inggirs sehingga memerlukan ijin
khusus untuk masuk? Berdasarkan petunjuk dari buku Des Alwi; ketiga nama berikut dibaringkan
di dalam taman
pemakaman ini:
- Brigjend AWS Mallaby, Pemimpin Brigade 49 Inggris untuk wilayah Jawa Timur
- Brigjend Robert Guy Loder-Symonds, Komandan Detasemen Artileri Inggris di Surabaya
- Letnan Philip Osborne, Pilot Penerbang RAF Sqdn 110
Karena
belum sempat bermain ke Surabaya lagi, tak ada salahnya memulai
penelusuran sejarah dari makam mereka yang terlibat di dalam pertempuran
Surabaya. Petikan informasi seputar kematian Mallaby yang dirangkum
dari berbagai sumber:
Sebuah kesepakatan ditandatangani oleh
Soekarno Presiden RI dengan Mayjend DC Hawthorn Panglima Divisi 23
Inggris dalam perundingan alot selama 2 (dua) jam di kediaman Gubernur
Soerjo. Tim perunding Indonesia diwakili oleh Soekarno, Moh. Hatta, Amir
Sjarifoeddin, Soedirman, Doel Arnowo, Kol. Soengkono, Atmadji,
Soemarsono, Bung Tomo dan TD Kundan; sedang perwakilan Inggris antara
lain Mayjend Hawthorn, Brigjend Mallaby serta Kol Pugh. Inti dari
kesepakatan pada 30 Oktober 1945 siang itu untuk mengakhiri tembak
menembak dan Inggris menyetujui menarik mundur pasukannya dari Surabaya
secepatnya. Setelah perundingan Soekarno, Hatta dan Amir Sjarifoeddin
serta Hawthorn langsung kembali ke Jakarta. Sesuai kesepakatan dibentuk
Biro Kontak yang bertugas untuk meredakan suasana yang memanas di
Surabaya. Saat itu, pasukan Inggris bertahan di Gedung Internatio. Bukan
tugas yang gampang untuk meredakan emosi massa dalam suasana yang
menegang dan semakin panas. Kesalahpahaman terjadi karena massa
meragukan kinerja Biro Kontak dan tidak percaya janji Inggris akan
meninggalkan Internatio keesokan paginya. Mallaby bersama beberapa
anggota Biro Kontak mendatangi pasukan Inggris di Internatio untuk
menjelaskan kesepakatan yang baru saja disetujui. Saat itu Internatio
sudah dikepung oleh para pejuang namun Mallaby tidak diijinkan massa
untuk memasuki gedung. Massa memaksa untuk masuk ke dalam gedung dan
melucuti senjata pasukan Inggris. Tembak menembak tak dapat dihindari,
hal ini dipicu oleh tembakan tentara Inggris dari dalam gedung
Internatio yang awalnya dimaksudkan sebagai tembakan peringatan. Sebuah
granat meledakkan kendaraan yang ditumpangi Mallaby dan menewaskan
perwira tinggi Inggris itu.
Mallaby
tewas dalam bentrokan di depan Gedung Internatio dekat Jembatan Merah
pada 30 Oktober 1945 sore beberapa saat setelah tercapai kesepakatan
antara Indonesia dan Inggris untuk mengakhiri kekacauan di Surabaya.
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apakah Mallaby tewas
diterjang peluru pejuang Indonesia ataukah karena peluru nyasar dari
pasukannya sendiri. Jasad Mallaby yang gosong dan sudah tidak dapat
dikenali diserahkan ke pemerintah Inggris pada 8 November 1945. Karena
dalam situasi perang, jasadnya dikuburkan sementara di Tanjung Perak
lalu dipindahkan ke Kembang Kuning sebelum akhirnya dimakamkan di Makam
Perang, Jakarta. Loder-Symonds meniggal dalam kecelakaan pesawat yang
jatuh dan terbakar di bandara Morokrembangan Surabaya 10 November 1945.
Pesawat naas itu dipiloti oleh Letnan Osborne. Sama dengan Mallaby,
Loder-Symonds juga dimakamkan di Makam Perang Jakarta bersisian dengan
sang pilot.
pemandangan
dari makam Mallaby (dok. koleksi pribadi)
Setelah mengitari plot
tempat Mallaby dimakamkan sebanyak dua kali dan membaca dengan teliti
setiap nisan yang berjejer rapi, jantung saya berdetak kencang begitu
menemukan nisan dengan tulisan AWS Mallaby., CIE.,OBE 2nd Punjab
Regiment. Untuk beberapa saat berdiam di depan makam sebelum kembali
mengitari semua area untuk mencari dua makam berikutnya. Meski sudah
dilewati sebanyak dua kali putaran dan berusaha membaca dengan baik
tulisan di setiap makam, akhirnya pada putaran ketiga saya baru
menemukan makam Loder-Symonds dan Osborne tepat di belakang makam
Mallaby! Sempat mentertawai kebodohan sendiri, sekaligus merasa
beruntung berkeliling membaca setiap nisan karena di salah satu makam
tentara Australia hati saya diobok-obok membaca sebait pesan di atas
makam dari seorang istri dan anak yang ditinggal mati oleh orang yang
mereka kasihi,”Dearly loved and sadly missed by loving wife Patricia
and son Kenneth“. Di sisi bawah nisan, sebuah plat baja menempel
dengan tulisan seperti gambar berikut
Sebagian
besar usia yang tertulis di atas makam menunjukkan mereka mati muda di
medan perang dengan usia berkisar antara 20-35 tahun. Di nisan ayah Ken
tertulis usia 34 tahun, bisa dibayangkan Ken telah menjadi opa-opa
ketika berhasil bertemu ayahnya jauh dari negerinya di sebuah taman
pemakaman.! Perang membuat banyak keluarga tercerai berai dan terpisah
dari orang-orang yang mereka kasihi.
Sebanyak
1,181 makam berjejer dengan rapi di tempat ini. Selain Mallaby,
Loder-Symonds dan Osborne; makam lainya adalah makam tentara negara
persemakmuran seperti pasukan Indian British Army, Selandia Baru,
Australia, Kanada, Birma, Afrika dan Malaysia. Sebuah
monumen khusus dibangun di salah satu sudut taman untuk memperingati
jasa pasukan Indian British Army yang anggotanya direkrut dari India,
Pakistan, Bangladesh atau yang dikenal juga sebagai tentara Gurkha. Selain nama si pemilik, di setiap makam juga dilengkapi dengan
badge dari kesatuan mana mereka berasal, tanggal kematian serta kata
kenangan dari orang dekat mereka. Bagi mereka yang tak dikenal di atas
makamnya terpatri tulisan “A soldier of the War”, “A Sailor of the War”,
“An Australian Soldier” atau “A Soldier of the Indian Army” disertai
periode perang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar