posted by: Dunia Andromeda
Seiring dengan berlalunya waktu, para pemeluk agama Islam yang semula
sedikit, bukannya semakin surut jumlahnya. Betapa hebatnya perjuangan
yang harus dihadapi untuk menegakkan syiar agama ini tidak membuatnya
musnah. Kebenaran memang tidak dapat dimusnahkan. Semakin hari semakin
bertambah banyak saja orang-orang yang menjadi penganutnya.
Demikian pula dengan penduduk dikota Madinah, yang merupakan salah satu
pusat penyebaran agama Islam pada masa-masa awalnya. Sudah sebagian
tersebar dari penduduk yang ada dikota itu sudah menerima Islam sebagai
agamanya. Ketika orang-orang Islam masih sedikit jumlahnya, tidaklah
sulit bagi mereka untuk bisa berkumpul bersama-sama untuk menunaikan
sholat berjama`ah.
Kini, hal itu tidak mudah lagi mengingat setiap
penduduk tentu mempunyai ragam kesibukan yang tidak sama. Kesibukan yang
tinggi pada setiap orang tentu mempunyai potensi terhadap kealpaan
ataupun kelalaian pada masing-masing orang untuk menunaikan sholat pada
waktunya. Dan tentunya, kalau hal ini dapat terjadi dan kemudian
terus-menerus berulang, maka bisa dipikirkan bagaimana jadinya para
pemeluk Islam. Ini adalah satu persoalan yang cukup berat yang perlu
segera dicarikan jalan keluarnya.
Pada masa itu, memang belum ada cara yang tepat untuk memanggil orang
sholat. Orang-orang biasanya berkumpul dimasjid masing-masing menurut
waktu dan kesempatan yang dimilikinya. Bila sudah banyak terkumpul
orang, barulah sholat jama`ah dimulai.
Atas timbulnya dinamika pemikiran diatas, maka timbul kebutuhan untuk
mencari suatu cara yang dapat digunakan sebagai sarana untuk
mengingatkan dan memanggil orang-orang untuk sholat tepat pada waktunya
tiba. Ada banyak pemikiran yang diusulkan. Ada sahabat yang
menyarankan bahwa manakala waktu sholat tiba, maka segera dinyalakan
api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah
melihat ke tempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang
walaupun ia berada ditempat yang jauh. Ada yang menyarankan untuk
membunyikan lonceng. Ada juga yang mengusulkan untuk meniup tanduk
kambing. Pendeknya ada banyak saran yang timbul.
Saran-saran diatas memang cukup representatif. Tapi banyak sahabat
juga yang kurang setuju bahkan ada yang terang-terangan menolaknya.
Alasannya sederhana saja : itu adalah cara-cara lama yang biasanya
telah dipraktekkan oleh kaum Yahudi. Rupanya banyak sahabat yang
mengkhawatirkan image yang bisa timbul bila cara-cara dari kaum kafir
digunakan. Maka disepakatilah untuk mencari cara-cara lain.
Lantas, ada usul dari Umar r.a jikalau ditunjuk seseorang yang
bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk sholat pada setiap
masuknya waktu sholat. Saran ini agaknya bisa diterima oleh semua
orang, Rasulullah SAW juga menyetujuinya. Sekarang yang menjadi
persoalan bagaimana itu bisa dilakukan ? Abu Dawud mengisahkan bahwa
Abdullah bin Zaid r.a meriwayatkan : “Ketika cara memanggil kaum
muslimin untuk sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku
bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng.
Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud
hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk
menjual kepadaku saja.
Orang tersebut malah bertanya, “Untuk apa ?”. Aku menjawabnya,”Bahwa
dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk
menunaikan sholat.” Orang itu berkata lagi,”Maukah kau kuajari cara
yang lebih baik ?” Dan aku menjawab ” Ya !” Lalu dia berkata lagi, dan
kali ini dengan suara yang amat lantang ,” Allahu Akbar,…Allahu
Akbar…..”
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Rasulullah SAW dan menceritakan
perihal mimpi itu kepada beliau. Dan beliau berkata,”Itu mimpi yang
sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana
mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu
dan dia memiliki suara yang amat lantang.” Lalu akupun melakukan hal
itu bersama Bilal.”
Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar r.a, ia juga
menceritakannya kepada Rasulullah SAW. Nabi SAW bersyukur kepada Allah
SWT atas semua ini. (Riwayat : Anas r.a; Abu Dawud; Al Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar