posted by: Dunia Andromeda
Umat kristiani di dunia merayakan Hari
Raya Paskah sebagai peringatan wafatnya Yesus Kristus di kayu salib di bukit Golgota atau
dikenal dengan nama Bukit Tengkorak.
Hampir semua orang kristiani percaya fakta tersebut sesuai dengan yang
tercantum dalam alkitab Perjanjian Baru.
Suatu hari saya juga pernah membaca artikel (waktu itu saya belum suka ngeblog, jadi lupa alamat artikel tsb), bahwa Yesus hidup dan mati di India, di mana makamNya ditemukan di negara bagian Kashmir.
Kali ini ada cerita lain versi Jepang…
Sebuah dokumen Jepang kuno bernama ‘dokumen Takenouchi’, berusia lebih dari 1.500 tahun dan menjadi warisan dari generasi ke generasi dalam keluarga Takenouchi, warga desa Shingo. Di dalam dokumen kuno ini ada kutipan cerita seorang pengembara bernama ‘Yesus Kristus’ tiba di Jepang ketika berumur 21. Kristus yang dimaksud ini konon menghabiskan waktunya untuk belajar bahasa dan budaya setempat sebelum kembali ke Yerusalem di usia 33 tahun (sumber: odditycentral.com).
Bisa jadi... karena menurut kepercayaan orang kristiani, Yesus
disalibkan ketika berumur 33 tahun.
Tapi pertanyaan baru muncul, bagaimana Yesus tinggal di Jepang hingga usia 106 tahun kalau ‘Dia’ sudah wafat di kayu salib?
Tapi pertanyaan baru muncul, bagaimana Yesus tinggal di Jepang hingga usia 106 tahun kalau ‘Dia’ sudah wafat di kayu salib?
Ternyata – menurut dokumen Takenouchi – yang disalibkan bukanlah Yesus Kristus, melainkan adiknya yang bernama Isukiri. Sementara Kristus berhasil melarikan diri ke Siberia. Setelah beberapa tahun, Kristus melakukan perjalanan melalui Alaska dan tiba di pelabuhan Hachinohe, 40 km dari desa Shingo, Jepang. Selanjutnya Dia menjalani sisa hidupnya di desa ini, menikah dan memiliki 3 anak, hingga meninggal di usianya 106.
Desa Shingo hingga saat ini merupakan salah satu tujuan wisata sekaligus
ziarah. Selain dokumen kuno yang menceritakan kehidupan ‘Kristus’, daya
tarik desa ini adalah adanya sepasang makam yang oleh keluarga
Takenouchi dipercaya sebagai makan Yesus Kristus dan sebuah makam yang
tidak disebutkan milik siapa. Pemakam ini terletak di atas sebuah bukit
menghadap ke persawahan.
Tentunya teori ini mengundang pro dan kontra.
Penduduk Shingo adalah mayoritas pemeluk agama Buddha, dan hanya terdapat satu keluarga saja yang memeluk agama Katolik, itupun pendatang. Namun ada beberapa kebiasaan dan adat yang cenderung mendukung teori kuno ini, di mana ketika ada bayi lahir, orang tuanya akan mengoleskan tanda salib dari arang di dahi si bayi. Orang percaya bahwa symbol ini akan melindungi bayi dari gangguan jahat. Kemudian, keranjang bayi yang digunakan di desa ini bentuknya mirip dengan keranjang bayi yang digunakan di daerah Timur Tengah.
Penduduk Shingo adalah mayoritas pemeluk agama Buddha, dan hanya terdapat satu keluarga saja yang memeluk agama Katolik, itupun pendatang. Namun ada beberapa kebiasaan dan adat yang cenderung mendukung teori kuno ini, di mana ketika ada bayi lahir, orang tuanya akan mengoleskan tanda salib dari arang di dahi si bayi. Orang percaya bahwa symbol ini akan melindungi bayi dari gangguan jahat. Kemudian, keranjang bayi yang digunakan di desa ini bentuknya mirip dengan keranjang bayi yang digunakan di daerah Timur Tengah.
Sampai sekarang, setiap tahunnya masih digelar ‘Festival Kristus’ yang diadakan di makam. Banyak pengunjung yang datang, tapi umumnya mereka datang bukan untuk membuktikan kebenaran cerita, tapi sekedar untuk menikmati pemandangan desa yang memang benar-benar natural.
Sudahlah sob… percayalah dengan apa yang telah kau percaya saat ini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar