posted by: Dunia Andromeda
Taruna dalam surat elektronik
kepada Kompas.com beberapa waktu lalu menuturkan, kejang epilepsi
merupakan
manifestasi ketidakseimbangan aliran dan sirkuit listrik di otak.
Ketidakseimbangan ini ditentukan oleh sel saraf yang berfungsi sebagai
inhibitory [sel-sel pengontrol] dan excitatory [sel-sel saraf yang
menimbulkan
loncatan arus listrik].
"Jika sistem saraf
excitatory yang dominan dan tidak teratur, kondisi ini menyebabkan
loncatan
arus listrik di otak yang tidak terkendali, dan pada akhirnya
bermanifestasi
berupa kejang, mulai dari level ringan hingga level yang sangat
berbahaya," jelas Taruna.
Teknik pengobatan kejang epilepsi
yang digunakan dalam penelitian Taruna berbasis pada sinkrinisasi fungsi
saraf
inhibitory dan excitatory. Lewat teknik aktivasi genetik, aktivitas
saraf
tertentu bisa ditingkatkan atau diturunkan untuk mendapatkan
keseimbangan.
Secara spesifik, teknik yang
digunakan adalah manipulasi reseptor Allostatin [AlstR], sistem ligan
yang
telah dikembangkan untuk memenangkan secara selektif dan dapat bekerja
secara
cepat pada sistem saraf mamalia.
Taruna mengatakan, AlstR
dijadikan sebagai target agar mampu menurunkan aktivitas saraf
excitatory
sekaligus merangsang fungsi saraf inhibitory.
Seperti diuraikan dalam publikasinya,
Taruna menjelaskan bahwa penelitian keefektifan teknik tersebut diujikan
pada
tikus putih yang telah didesain agar mampu mengekspresikan AlstR dan
protein
fluorescent hijau [GFP].
"Ditemukan ekspresi
Cre-AlstRs yang secara khusus menyandi sistem saraf jenis inhibitory,
yang
menunjukkan dapat bekerja secara spesifik untuk meng-inaktivasi saraf
pada saat
diberikan obat allatostatin. Ini berarti dapat secara spesifik dan
berefek kuat
baik pada tingkat sel tunggal ataupun dalam tingkatan populasi sel-sel
saraf," papar Taruna.
Taruna juga menjelaskan,
penerapan peptida allostatin juga menunjukkan efek yang sangat nyata
dengan
mengurangi aktivitas loncatan listrik pada penelitian yang menggunakan
AlstR
dengan ekspresi sel saraf dalam menanggapi suntikan intrasomatic dan
photostimulation. Sementara, pada sistem saraf tanpa ekspresi AlstR,
perlakuan
yang sama tak berpengaruh sama sekali.
Sejauh ini, diketahui bahwa
epilepsi pun bersifat progresif. Penderita epilepsi mengalami
peningkatan
frekuensi kejang yang semakin parah. Bahkan, 50 persen penderita masih
mengalami kejang walaupun telah menjalani pengobatan.
Hasil riset, kata Taruna, bisa
menjadi harapan cara pengobatan kejang epilepsi di masa depan. Teknik
itu bisa
membantu mengatasi epilepsi menahun dan parah yang belum ditemukan
obatnya.
Taruna Ikrar adalah ilmuwan
Indonesia kelahiran Makassar yang menamatkan studi doktor di bidang ilmu
penyakit jantung di Universitas Niigata, Jepang. Penelitian tentang
teknik
pengobatan kejang epilepsi ini dikerjakannya bersama ilmuwan lain dari
University of California Irvine dan Salk Institute for Biological
Studies di
San Diego.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar