posted by: Dunia Andromeda
Impian kita sebagai seorang gamer sebenarnya sangat sederhana jika
membicarakan masalah film adaptasi ini. Kita hanya menginginkan film
yang benar-benar menggambarkan judul yang disandangnya. Jika memang
bisa menyesuaikan plot, sesuaikanlah! Jika mampu menciptakan karakter
yang mirip, ciptakanlah! Akan lebih baik lagi jika sampai mampu
menghasilkan pengalaman yang sama seperti saat memainkannya. Tetapi,
apa yang justru sering kita dapatkan? Kekecewaan besar.
Sulit
sekali menemukan film adaptasi game, khususnya yang berasal dari
Hollywood yang berakhir dengan rasa puas para gamer yang menontonnya.
Kebanyakan yang hadir justru mendapatkan pembelokan plot dan karakter
yang membuat keseluruhan cerita menjadi kacau balau. Apakah sebegitu
sulitnya menciptakan sebuah film yang sesuai dengan gamenya? Sepertinya
iya, karena 10 film adaptasi game terburuk ini akan memberikan Anda
sedikit gambaran.
10. Final Fantasy : Spirits Within
Saya
tidak tahu apa yang ada di kepala Square ketika merilis film ini.
Berani membawa nama Final Fantasy, berarti berani menghadirkan apa yang
tergambarkan di semua kepala gamer. Apa yang gamer pikirkan ketika
mendengar nama Final Fantasy? Saya sudah membayangkan Bahamut berukuran
besar, theme song, limit break, dan elemen RPG yang kental. Namun, apa
yang gamer dapatkan ketika film ini dirilis? Sebuah tanda tanya
terbesar di dunia. Tidak ada kaitan sama sekali dengan seri game Final
Fantasy, tidak ada sedikit pun. Yang saya sukai dari film ini hanya
satu, soundtrack dari Lar’c en Ciel.
9. Max Payne
Max
Payne adalah salah satu karakter paling cool, namun sekaligus
kontroversial di dunia game. Ketika saya mendengar akan ada versi
filmnya, saya mulai membayangkan kekejaman Payne yang dipadukan dengan
skill bullet time-nya yang fenomenal. Apalagi dibintangi oleh Mark
Wahlberg yang kualitas aktingnya tidak perlu diragukan lagi. Namun, apa
yang saya dapatkan? Sebuah film yang membuat saya hampir tertidur di
bioskop. Plot yang aneh, aksi yang sangat sedikit, scene bullet time
yang sangat singkat; sama sekali tidak ada yang menggambarkan Max Payne
di sini.
8. Hitman
Botak
dengan tatapan yang tajam layaknya elang yang mencari mangsa. Agent 47
siap membunuh siapa saja yang ditugaskan organisasi kepadanya.
Membayangkan game Hitman yang selalu mampu menghadirkan ketegangan dan
ras was-was sepanjang permainan, saya berangkat untuk menikmati film
berjudul sama ala Hollywood di bioskop. Kekecewaan saya bahkan sudah
dimulai dari casting yang dipilih. Sang pria yang memerankan Agent 47
malah terlihat terlalu “pretty boy”, tanpa ada kesan cool dan kejam. 47
yang seharusnya membunuh secara diam-diam ini juga malah sering
terlibat kontak senjata terbuka di filmnya. Sangat bertolak belakang
dengan game yang boleh terbilang sudah berhasil dibangun dengan
sempurna. Saya malah melihat film ini lebih mirip film-film The
Transporter dibandingkan Hitman.
7. Resident Evil
Ini
mungkin film adaptasi game terburuk yang masih menyisakan banyak tanda
tanya di benak saya pribadi. Pertanyaan terbesarnya adalah: mengapa
orang-orang masih singgah ke bioskop dan menonton film ini, membuatnya
berkembang menjadi sebuah sekuel tanpa mutu? Resident Evil 1 dan 2
mungkin merupakan puncak kejayaan seri ini. Walaupun karakter utamanya,
Alice, tidak pernah muncul di versi video gamenya, saya masih
melihatnya sebagai serial spin-off yang sangat menarik. Namun, ketika
Resident Evil Extinction dan Afterlife lahir dengan plot yang terasa
sangat dipaksakan, film ini tampak “murahan”. Aksi yang sedikit, cerita
tidak jelas, akting yang buruk. Saya lebih jatuh cinta dengan Resident
Evil versi CGI-nya Capcom.
6. Dead or Alive
Ini
adalah sebuah dilema. Dead or Alive memang film yang sangat buruk.
Jalinan cerita di dalam film plus pertarungan yang dihadirkan harus
diakui memang kelas rendahan. Visualisasi karakternya juga
mengecewakan, apalagi karakter Kasumi benar-benar tampak jauh berbeda.
Karena hal tersebut, saya memasukkan film ini ke dalam list. Namun
harus diakui, Dead or Alive versi film ini mampu menghadirkan
pengalaman yang sering dirasakan oleh pria ketika memainkan game ini.
Sensualitas yang dijual membuat saya cukup menikmati film ini hingga
akhir.
5. Street Fighter: The Legend of Chun-Li
Film
ini seharusnya tidak pernah lahir sama sekali. Setelah Street Fighter
zaman dulu yang terbilang buruk, saya menaruh harapan yang cukup besar
kepada Street Fighter: The Legend of Chun Li yang tentunya hadir dengan
teknik dan teknologi yang sudah jauh lebih berkembang. Apalagi, rencana
untuk menghadirkan “plot” Street Fighter dalam lingkup dunia nyata juga
tampil sangat menarik. Namun, apa yang dibawa oleh film ini? Film aksi;
itu saja. Sebagai seorang gamer, saya tidak merasakan apa pun yang
terkait dengan Street Fighter. Mengecewakan!
4. King of Fighters
Lagi-lagi
sebuah film berdasarkan genre fighting yang harus masuk ke dalam list.
King of Fighters buatan SNK merupakan game fighting legendaris dan
fenomenal. Siapa yang tidak mengenal Mai Shiranui? Atau Andy dan Terry
Boggard? Hampir semua gamer mengenal mereka. Tetapi, ketika nama besar
seperti ini harus jatuh ke tangan Hollywood? Saya bahkan hampir menutup
mata saat harus menontonnya. King of Fighters versi movie ini sama
sekali tidak dapat dinikmati. Akting buruk, karakter yang jelek, plot
yang aneh luar biasa. Dua jempol ke bawah!
Wow,
Doom! Itu mungkin reaksi pertama saya ketika mendengar game ini akan
dibuat versi film layar lebarnya. Siapa yang tidak mengenal Doom? Salah
satu game FPS terbaik yang pernah ada tersebut selalu berhasil membawa
ketegangan dan sedikir rasa takut ketika memainkannya. Apalagi ketika
saya mendengar The Rock dari WWE akan menjadi pemeran utamanya. Sebagai
penggemar berat Doom dan WWE, ini adalah kombinasi maut untuk membuat
hari saya cerah. Ketika menyaksikannya? Hari saya tak pernah lebih
buruk lagi. Semuanya tampak kacau dan murahan, bahkan The Rock-nya
sendiri. Ini seperti film Alien dengan budget 1/1000 milik Cameron.
2. Super Mario Bros
Game
terbaik belum tentu melahirkan film yang sama baiknya. Game terbaik
melahirkan film terburuk, itu lebih mungkin untuk terjadi. Super Mario
Bros yang lahir di tahun 1993 adalah salah satu bukti yang paling
nyata, sekaligus sebagai monumen awal lahirnya film-film adaptasi game
berkualitas sama hingga kini. Semuanya terasa salah di film ini. King
Koopa yang berwujud manusia, Yoshi yang menyeramkan, setting kota
modern, mobil mirip Twisted Metal, dan ledakan di sana-sini. INI BUKAN
MARIO BROS!!!
Uwe Boll
Perhatikan
dengan seksama wajah pria di atas. Apakah Anda sudah merasakan
kekesalan yang membakar? Atau jangan-jangan Anda belum pernah
mengenalnya sama sekali? Kesalahan terbesar yang dilakukan oleh
industri game dan film saat bersamaan hanya satu, mempercayakan hal
tersebut kepada Uwe Boll, yang kebetulan adalah pria di atas. Dia
adalah mimpi buruk bagi kita semua. Apakah saya terlalu berlebihan?
Sama sekali tidak, karena Uwe Boll memang sebuah mimpi buruk yang
hidup. Apa pun perannya di dalam sebuah film, entah itu sebagai
produser, sutradara, penulis naskah, atau tukang sapu sekali pun (yang
ini mungkin berlebihan), film tersebut pasti akan hancur berantakan.
Karya-karyanya adalah bukti yang paling nyata.
Yang
membuatnya semakin buruk? Uwe Boll sangat tertarik untuk mengadaptasi
game ke dalam film. Lihat saja karya-karyanya yang “fenomenal”. Apakah
Anda pernah marah ketika menyaksikan Blood Rayne atau Far Cry? Atau
mungkin Anda merasa bingung menyaksikan Alone in The Dark dan House of
The Dead? Atau Anda jangan-jangan sempat muntah menyaksikan film
Dungeon Siege? Semua game keren tersebut hancur berantakan di tangan
Boll, seketika. Sayangnya, mimpi buruk ini juga tidak akan cepat
berakhir karena Boll adalah orang yang pantang menyerah. Ia berjanji
akan terus menghasilkan film-film yang diadaptasikan dari game, dan
anehnya beberapa perusahaan publisher masih mau membiayai dirinya. Oh
tidak! Jika harus disandingkan dengan dunia game, Uwe Boll mungkin bos
tersulit yang harus dikalahkan oleh para gamer untuk menamatkan sebuah
game.
Sekian
adalah 10 list film adaptasi game terburuk sepanjang masa, yang tentu
saja pernah saya saksikan sendiri (sayangnya). Aneh memang jika kita
melihat film-film yang bisa menghabiskan dana hingga jutaan dollar
seperti ini ternyata hanya menghasilkan sesuatu yang sama sekali tidak
bisa dinikmati. Bandingkan dengan film-film fan-made berbudget rendah
yang harus diakui malah memiliki kualitas berkali lipat lebih baik.
Apakah ini masalah passion? Atau para insan film (khususnya Uwe Boll)
memang tidak pernah memainkan game sebelumnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar