posted by: Dunia Andromeda
Tidak banyak perubahan yang terjadi pada bentuk model geosentris di
Eropa sejak kehancuran bangsa Romawi di sekitar tahun 400 M karena tidak
ada rekaman yang jelas tentang itu. Perkembangan ilmu astronomi baru
menghangat kembali saat adanya gebrakan dari Copernicus (1473-1543 M)
yang mengemukakan model heliosentrisnya.
Model tersebut mengganggu
kemapanan pengetahuan tentang alam semesta geosentris. Dan dibandingkan
dengan kemunculannya yang pertama kali, kali ini model heliosentris
benar-benar menyita perhatian masyarakat karena kesederhanaan yang
digunakannya.
Bagi Copernicus, model geosentris versi
Ptolemius sudah tidak sesuai dengan berbagai prinsip filosofis yang
menyatakan keistimewaan manusia dan Buminya. Ia berpendapat demikian
karena pusat sistem dalam model geosentris bukanlah Bumi, melainkan
titik equant. Terlebih lagi equant adalah suatu benda yang tidak
berwujud. Karena itu, Copernicus mencoba membuat model yang lebih
sederhana dan lebih mudah secara matematis.
Mengukur jarak Venus dan Merkurius dari Matahari
Kesederhanaan dalam model heliosentris buatan Copernicus ada
setidaknya dua hal, yaitu masalah posisi planet Merkurius dan Venus
yang tidak pernah jauh dari Matahari dan gerak retrograde planet.
Menurut model ini, penjelasan atas permasalahan posisi Merkurius dan
Venus adalah karena keduanya secara alamiah terletak di antara Matahari
dan orbit Bumi.
Berbeda dengan model geosentris Ptolemius yang
memposisikan episiklis Merkurius dan Venus secara cerdik namun rumit,
yaitu dengan menggambarkan titik pusat episiklis Merkurius dan Venus
yang selalu berada pada garis hubung Matahari – Bumi sehingga ketiga
benda itu selalu bergerak beriringan setiap saat. Kemudian gerak
retrograde juga dijelaskan sebagai peristiwa yang alamiah karena
terjadi ketika planet yang laju orbitnya tinggi mendahului planet lain
yang laju orbitnya lebih rendah. Jauh lebih sederhana dibandingkan
model geosentris yang memerlukan episiklis untuk menjelaskannya.
Kelebihan lain model heliosentris adalah jarak semua planet dari
pusat sistem dapat ditentukan dengan relatif mudah. Untuk planet dalam
(yang orbitnya berada di antara Matahari dan Bumi), penghitungan jarak
bisa dilakukan dengan trigonometri pada saat planet mencapai elongasi
terbesarnya dari Matahari. Sedangkan untuk planet luar (orbitnya lebih
jauh dari posisi Bumi), penghitungan jarak masih bisa dilakukan walaupun
dengan cara yang sedikit lebih rumit. Perhitungan jarak ini tidak bisa
dilakukan orang dengan model geosentris.
Model heliosentris yang
dibuat Copernicus ini masih menggunakan deferen dan episiklis. Tetapi
berbeda dengan penggunaannya di model geosentris Ptolemius, episiklis
dan deferen di sini bukan digunakan untuk menjelaskan gerak retrograde
melainkan hanya untuk menjelaskan laju orbit planet yang tidak konstan.
Copernicus berhasil membuat model alam semesta yang lebih sederhana,
yaitu tanpa equant dan titik eksentris. Namun ternyata modelnya
memerlukan lebih banyak episiklis daripada model geosentris Ptolemius
agar dapat menjelaskan hasil pengamatan. Berarti model yang ia buat
masih belum cukup sederhana. Hal ini terjadi karena ia masih memegang
konsep bentuk orbit lingkaran sempurna.
Walaupun tampak cukup baik, namun Copernicus masih belum dapat
memberikan bukti yang mendukung model heliosentrisnya. Copernicus
menyadari hal ini dan karenanya ia berniat untuk tidak mempublikasikan
karyanya itu ke masyarakat. Namun menjelang akhir kehidupannya
Copernicus dibujuk oleh salah satu orang dekatnya untuk menerbitkan
tulisannya itu dalam sebuah buku, dan akhirnya ia menyetujuinya.
Bukunya
yang berjudul De Revolutionibus Orbium Caelestium (Revolusi Bola
Langit) pun terbit dan sampai ke tangan Copernicus tepat di hari
kematiannya, pada tanggal 24 Mei 1543. Untuk mengantisipasi kontroversi
yang timbul, buku tersebut dilengkapi dengan pengantar yang menyatakan
bahwa buku itu hanya memaparkan model alam semesta secara matematis saja
dan tidaklah menggambarkan kenyataan sistem yang sesungguhnya. Tentu
saja pernyataan ini tidak ditulis maupun disetujui oleh Copernicus.
Setelah kematian Copernicus, model heliosentrisnya tidak ikut mati.
Yang terjadi justru kebalikannya, model tersebut begitu menyita
perhatian publik. Penyebabnya adalah karena kontribusi beberapa orang
dalam waktu kurang dari 100 tahun sejak kematian Copernicus. Mereka
secara berturut-turut berperan dalam pengembangan model heliosentris
baik secara langsung maupun tidak.
Tokoh pertama yang berkontribusi besar dalam pengembangan teori
heliosentris setelah kematian Copernicus adalah Tycho Brahe (1546-1601
M). Ketertarikan Tycho (dibaca Tiko) pada astronomi berawal setelah ia
menyaksikan gerhana Matahari tanggal 21 Agustus 1560 yang sudah
diprediksi sebelumnya.
Karena dilahirkan sebagai keturunan bangsawan,
Tycho pun bisa mengakses buku karya Ptolemius dan beberapa tabel
astronomi, termasuk yang dibuat berdasarkan model
Pada bulan Agustus 1563, Tycho mengamati Jupiter dan Saturnus yang
berada berdekatan di langit. Ternyata peristiwa ini sudah diprediksi
dalam tabel astronomi yang ia miliki namun dengan akurasi yang rendah.
Prediksi dari tabel Ptolemius melenceng sejauh satu bulan, sementara
prediksi dari tabel Copernicus melenceng beberapa hari. Menurut Tycho,
table astronomi seharusnya bisa memberikan akurasi lebih tinggi bila
ditunjang dengan pengamatan planet yang lebih akurat dalam rentang waktu
yang lama. Hal inilah yang kemudian menjadi cita-cita Tycho dan
membuatnya meninggalkan kuliahnya.
Fenomena astronomi berikutnya yang ia hadapi adalah ketika munculnya
sebuah bintang pada tahun 1572 di suatu titik yang tidak terlihat
sebelumnya. Bintang ini kemudian disebut juga sebagai nova, yang berarti
bintang baru. Nova tersebut lebih terang daripada Venus sehingga dapat
dilihat di siang hari dan bertahan hingga lebih dari satu tahun. Tycho
yang mencoba menentukan paralaks bintang tersebut dapat membuktikan
bahwa bintang tersebut terletak sama jauhnya dengan bintang-bintang.
Padahal masyarakat saat itu menganggap nova adalah peristiwa yang
terjadi di atmosfer Bumi.
Tycho, yang sempat berkeliling Eropa untuk memperdalam ilmu
astronominya, kemudian berkeinginan untuk menetap di Swiss. Namun Raja
Denmark yang berkuasa saat itu tidak ingin kehilangan astronom terbaik
di negerinya. Jadi ia kemudian memberikan Tycho sebuah pulau kecil agar
ia tetap berada di Denmark. Di pulau itu Tycho pun membangun sebuah
kastil bernama Uraniborg dan observatorium yang dilengkapi dengan
peralatan yang memiliki akurasi tinggi.
Tycho Brahe dan observatoriumnya
Di observatoriumnya inilah ia melakukan pengamatan komet pada tahun
1577. Banyak orang berpendapat bahwa komet, seperti juga nova
sebelumnya, adalah fenomena yang terjadi atmosfer Bumi. Dan sekali lagi
Tycho membuktikan bahwa komet itu bukan seperti yang dikira. Komet
adalah sebuah benda langit yang terletak jauh di belakang Bulan.
Kedua hasil pengamatan Tycho tersebut memberikan pengaruh sangat
besar terhadap dunia astronomi dan filosofi saat itu. Kepercayaan yang
dianut banyak orang saat itu adalah bahwa area langit tempat
bintang-bintang berada adalah tempat yang keadaannya selalu tetap, tanpa
perubahan sejak era penciptaan.
Hasil pengamatan Tycho terhadap nova
itu kemudian diterbitkan dalam buku berjudul De Stella Nova yang
membuatnya terkenal di seluruh Eropa, sedangkan hasil pengamatannya
tentang komet baru terbit setelah ia meninggal dunia.
Tycho juga memiliki sebuah model alam semesta versinya sendiri. Model
tersebut tampak seperti perpaduan antara model Ptolemius dan
Copernicus, karena menyatakan bahwa Bumi ada di pusat alam semesta dan
dikelilingi oleh Matahari, Bulan dan bintang-bintang. Perbedaannya
terletak pada posisi dominan Matahari karena dikelilingi oleh semua
planet selain Bumi. Namun model ini tidak memiliki pengaruh besar kepada
masyarakat di sekitarnya saat itu.
Di observatoriumnya, Tycho melakukan pengamatan yang akurat terhadap
berbagai benda langit. Hasilnya adalah data tentang posisi
planet-planet dan 700 bintang selama 20 tahun. Namun ia tidak dapat
mengolah data tersebut karena kekurangannya dalam matematika. Setelah
meninggalkan Denmark pada tahun 1597, ia membangun observatorium baru
di Praha. Sembari menunggu pembangunan tersebut, ia mencari orang yang
dapat mengolah data yang dimilikinya.
Kemudian baru di tahun 1600 ia
mempekerjakan seorang ahli untuk mengolah data tersebut. Orang itu
adalah Johannes Kepler (1571-1630 M). Kepler memiliki tugas melakukan
analisis matematika terhadap data yang dimiliki Tycho. Setelah Tycho
meninggal, data pengamatan Tycho yang sangat penting itu segera diambil
alih oleh Kepler. Ia kemudian menghabiskan waktu hingga 8 tahun sebelum
menemukan apa yang kita sebut sekarang dengan Hukum Kepler.
Kepler mempublikasikan dua hukum awalnya terlebih dahulu pada tahun
1609 dan hukum ketiganya baru 10 tahun kemudian. Seperti kita tahu,
Hukum Pertama Kepler menyebutkan bahwa semua planet mengelilingi
Matahari dengan bentuk orbit elips, bukan lingkaran, dan Matahari
terletak bukan di tengah elips melainkan di titik fokusnya. Kemudian
Hukum Kedua Kepler menyebutkan bahwa laju orbit planet berubah-ubah,
lambat jika jauh dari Matahari (di titik aphelion) dan cepet jika dekat
dari Matahari (di titik perihelion). Dengan dua hukum awal ini maka
episiklis dan deferen sudah tidak diperlukan lagi. Model heliosentris
pun berubah menjadi jauh lebih sederhana.
Di saat yang hampir bersamaan, Galileo (1564-1642 M) mengarahkan
teleskopnya ke langit dan melakukan beberapa pengamatan yang hasilnya
mendukung model heliosentris. Pertama, ia menyaksikan perubahan fase
Venus dari waktu ke waktu, seperti halnya Bulan. Galileo mengetahui
bahwa penyebabnya adalah perubahan posisi Venus ketika mengelilingi
Matahari dan hal ini tidak akan terjadi pada model geosentris. Lalu
pengamatannya pada Jupiter menunjukkan bahwa ada 4 buah benda yang
selalu berada di sekitar Jupiter sepanjang waktu.
Menurut Galileo,
keempatnya adalah satelit Jupiter dan hubungannya dengan Jupiter sama
seperti hubungan Bumi dan Bulan. Pemahaman ini memberikan perubahan
pemikiran tentang hubungan Bumi-Bulan dalam model heliosentris. Dahulu
orang berpikir bahwa jika Bumi mengelilingi Matahari, maka Bulan (yang
mengelilingi Bumi) akan tertinggal. Namun fakta bahwa Jupiter tidak
meninggalkan 4 satelitnya (kini disebut dengan satelit Galilean)
menunjukkan bahwa Bulan juga tidak akan tertinggal dari Bumi walaupun
Bumi bergerak mengelilingi Matahari.
Pengamatan Galileo pada Bulan dan Matahari juga memberikan pengaruh
besar di jaman itu. Bulan diketahui memiliki permukaan yang tidak rata
sedangkan Matahari diketahui memiliki bintik gelap (sunspot) yang
bergerak di permukaan Matahari seiring dengan rotasi Matahari. Kedua
fakta tersebut menyanggah filosofi bahwa semua benda langit adalah benda
yang sempurna, tanpa kecacatan.
Ilmu baru ini bukannya diterima oleh masyarakat luas namun justru
membuat Galileo dihukum. Ia dianggap membuat ajaran baru yang menentang
agama saat itu. Dalam keadaan buta, ia dijadikan tahanan di rumahnya
sendiri. Cap sebagai terhukum pada Galileo sendiri baru dicabut pada
tahun 1992, dan sejak itu ia dianggap sebagai salah satu ilmuwan
terbaik.
Paska penemuan Kepler, model heliosentris tidaklah dapat diterima
langsung oleh masyarakat saat itu. Penyebabnya adalah apa yang ditemukan
Kepler belum dapat dijelaskan secara fisis. Belum ada penjelasan secara
ilmiah mengapa Bumi mengelilingi Matahari dan bukan sebaliknya.
Tidak
lama setelah itu, jawaban yang dinanti pun muncul dari Newton (1642-1727
M). Hukum Gravitasi Newton yang kita kenal sekarang ini ternyata
berkaitan erat dengan Hukum Ketiga Kepler, yang menunjukkan adanya
hubungan antara kuadrat periode orbit dengan pangkat tiga jaraknya dari
pusat sistem. Hukum Newton juga menyebutkan bahwa sudah sepantasnyalah
benda bermassa kecil mengelilingi benda yang bermassa lebih besar. Maka,
semakin kuatlah dukungan terhadap model heliosentris.
Model heliosentris akan semakin kuat jika bukti rotasi dan revolusi
Bumi ditemukan. Keduanya hanya tinggal menunggu waktu saja seiring
dengan teknologi yang semakin canggih. Akhirnya memang bukti-bukti
tersebut ditemukan. Bukti revolusi Bumi yang pertama ditemukan adalah aberasi bintang
pada tahun 1727 oleh James Bradley walaupun ia sedang mencari bukti
adanya paralaks
bintang. Sementara paralaks bintang baru ditemukan pada tahun 1837
oleh F. Bessel. Sedangkan bukti Bumi berotasi adalah adanya efek
Coriolis dan efek pendulum Foucault.
Kita bisa lihat bahwa kelahiran dan perkembangan model alam semesta
(dalam hal ini, tata surya) selalu berkaitan dengan pengamatan. Model
heliosentris akhirnya bisa diterima masyarakat karena memang model
tersebut sederhana, dan yang penting, ada bukti-bukti yang mendukungnya.
Jadi kita bisa menilai model mana yang lebih objektif. Kecuali ada
bukti-bukti baru yang mendukung model geosentris, model heliosentris
akan terus digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar