posted by: Dunia Andromeda
Dalam upaya memformulasikan kesepakatan atau kesatuan dengan
mengeluarkan kebijakan tentang pengawasan wilayah kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di udara, pemerintah memiliki empat
hal pokok yang dibahas. Sebagaimana dikutip oleh Islam Times dari
Vivanews.
Djoko Suyanto dalam Rapat Pimpinan Tingkat Menteri (RPTM) yang
membahas Penanganan Penerbangan Pesawat Asing tidak Terjadwal di
wilayah NKRI, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis 29 Maret 2012,
mengatakan.
“Ada empat hal pokok yang dibahas dalam memformulasikan suatu
kebijakan dalam pengawasan wilayah NKRI di udara,” kata Djoko, Kamis 29
Maret 2012.
Empat hal itu, yakni tentang mekanisme perizinan pesawat asing,
sistem informasi izin penerbangan, pengaturan lalu lintas di udara di
dalam alur laut Indonesia, dan bagaimana mekanisme penyampaian
protes-protes bila terjadi pelanggaran.
Menurut Djoko, mekanisme perizinan pesawat asing sudah berjalan.
Namun, sayangnya masih membingungkan, karena memiliki formulir yang
berbeda-beda. “Ini akan kita satukan, sehingga memudahkan petugas dan
operator,” kata dia.
Selama ini, penanganan perizinan di dalam lalu lintas pesawat
nonreguler ditangani oleh banyak instansi, seperti Kementerian
Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, dan Mabes TNI.
“Kalau itu pesawat-pesawat yang tidak terjadwal, maka harus
dikoordinasikan agar proses perizinan itu menjadi satu, bukan “single”
otoritas, tetapi jaringannya enak. Seperti kejadian, sudah sampai izin
di Kemenlu, belum sampai ke Kemenhub, hal-hal ini yang akan dijadikan
satu,” kata dia.
Sistem informasi izin terbang yang dulunya manual, kini sudah di
“set up” dengan sistem on-line, sehingga tidak ada jeda waktu. Tak
hanya itu, pengaturan lalu lintas udara juga sudah dirumuskan dengan
baik, sehingga kedaulatan negara harus ditegakkan bila terjadi
pelanggaran.
“Empat hal itu akan disosialisasikan kepada jajaran perwakilan asing
di Indonesia,” ujar Djoko.
Ketika ditanya, ada berapa kasus pelanggaran yang terjadi di lalu
lintas udara, dia menjawab semua data pelanggaran ada di Mabes TNI.
Namun, dia memastikan telah ada beberapa pelanggaran yang terjadi.
“Pelanggaran bisa saja karena kita terlambat menerima informasi,
karena formulir, atau karena mereka tidak melakukan perizinan,” ucap
Djoko.
Apabila mereka tidak melakukan perizinan, maka pemerintah akan
melakukan nota protes. “Mereka juga harus mematuhi nota penerbangan
sipil dan harus melaporkan kepada aparat,” ujarnya.
Meski begitu, dalam nota protes terdapat mekanisme dan tentunya itu
dilakukan berdasarkan data-data yang ada di lapangan. Masing-masing
negara juga melakukan kedaulatan untuk melakukan upaya apapun.
Tapi semua itu baru separuh cerita. Soal lain dari tragedi
pelanggaran pesawat Singapura adalah cerita gunungan uang dan
kemakmuran. Untuk setiap penerbangan yang melintasi FIR Singapura,
Civil Aviation Authority of Singapura (CAAS), otoritas penerbangan
sipil, mengutip Route Air Na vigation Services, jasa pelayanan navigasi
penerbangan.
Perhitungannya sederhana: sekali melintas di FIR Singapura, pesawat
harus membayar US$ 0,55 dikali jarak tempuh dan berat muatan.
Dengan angka itu, Singapura praktis menjual murah meriah wilayah
udara Indonesia ke pihak maskapai. Sebagai perbandingan, untuk jasa
serupa, Jakarta mensyaratkan unit rate US$0,65 per sekali jalan.
Kerugian Indonesia:
Tahun 2008: US$ 11.547.838 dengan total 18 kali pelanggaran wilayah
udara pesawat militer Singapura, sementara tahun 2009: US$ 9.919.114 15
kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar