posted by: Dunia Andromeda
Pada
Senin 9 April 2012, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(PVMBG) menetapkan Gunung Tambora berstatus normal, level terendah dalam
status kegunungapian. Situasi yang kontras dibandingkan apa yang
terjadi 197 tahun lalu.
Kala
itu, pada 5 April 1815, Tambora mulai menunjukkan gejala tak beres. Ia
bergemuruh, suaranya menggelegar. Abu dimuntahkan dari kawag. Data PVMBG
menyebut, letusan paroksimal terjadi pada tanggal 10 April 1815 dan
berakhir pada tanggal 12 April 1815. Tiga hari yang mengerikan. Letusan
diiringi halilintar sambung-menyambung bagaikan ledakan bom atom,
terdengar hingga ratusan kilometer.
Kekuatan
letusan Tambora adalah yang terbesar yang pernah tercatat dalam
sejarah. Sebanyak 92.000 nyawa terenggut, abu dan panas menyembur
melubangi atmosfer, suhu rata-rata global merosot 3 derajat Celcius.
Bahkan di belahan Bumi utara, tak ada musim panas di tahun berikutnya,
1816, 'the year without summer'. Badai salju melanda New England Juli
tahun itu, panen gagal. Eropa pun mengalami kondisi yang sama parahnya.
Kabar
pertama meletusnya Tambora mencapai Inggris pada November 1985. Media
The Times mempublikasikan secarik surat dari seorang pedagang di Hindia
Belanda. "Kita baru mengalami letusan paling luar biasa yang mungkin
belum pernah terjadi di manapun di muka Bumi," tulis dia, seperti dimuat
situs sains, NewScientist.
Gunung
yang meletus adalah Tambora di Pulau Sumbawa. Letusannya terdengar
hingga 850 kilometer. Sejumlah nahkoda kapal yang berlayar di sekitar
Sumbawa menggambarkan kondisi parah kala itu. "Mereka melihat lautan
sejauh mata memandang dipenuhi batang pohon, batu yang mengapung, yang
menghalangi kapal," demikian tulis pedagang itu.
Dua
hari setelah letusan dahsyat, Sumbawa gelap gulita. "Tanaman padi sama
sekali rusak, tak ada yang tersisa. Manusia dalam jumlah besar tewas
seketika, lainnya meregang nyawa setiap harinya."
Di
belahan dunia lain, Tambora juga merenggut ribuan nyawa. Bukan karena
letusannya, melainkan akibat epidemi tifus dan kelaparan merata di
wilayah Eropa. Rusuh tak terelakkan, rumah-rumah dan toko dibakar dan
dijarah. Tambora bahkan mengubah peta sejarah, 18 Juni 1815, cuaca buruk
yang diakibatkan Tambora membuat Napoleon Bonaparte kalah perang di
Waterloo. Hari terpedih dalam sejarah gilang-gemilang Sang Kaisar
Prancis.
Namun,
tak ada yang menduga, ilmuwan sekalipun, Matahari akan menghilang tahun
1816. Orang-orang mengira, kiamat akan segera terjadi. Kepanikan tak
terkendali. "Seorang gadis membangunkan bibinya dan berteriak, dunia
akan segera berakhir. Sang bibi yang terkejut, bahkan sampai koma.
Sementara
di Ghent, pasukan kavaleri yang melintas saat badai meniup terompet
mereka, tanpa diduga, dua pertiga penduduk turun ke jalan, berlutut.
Mereka mengira telah mendengar sangkakala pertanda kiamat," demikian
digambarkan London Chronicle.
Mengilhami
Frankenstein
Di
seputaran waktu itu, seorang perempuan 18 tahun bernama Mary Shelley
sedang berlibur di kawasan Danau Jenewa, Swiss. Bersama Bysshe Shelley,
suaminya di masa depan, mereka terjebak hujan deras di rumah Lord Bryon.
Suasana gelap kala itu.
Untuk
mengalihkan perhatian dari cuaca buruk, tuan rumah mengadakan kompetisi
menulis cerita horor. Shelley menghasilkan sebuah novel spektakuler
yang tenar sepanjang massa, "Frankenstein".
Masa
itu, seperti dimuat situs sains, Discovery.com, mereka juga sempat
melakukan eksperimen, menggunakan gelimbang listrik pada hewan yang mati
-- yang melatarbelakangi ide membangkitkan jasad yang tak bernyawa.
Kelompok itu juga bergiliran membaca kisah horor German.
Sementara,
Lord Bryon menghasilkan puisi berjudul "Darkness". "Cahaya matahari
padam," demikian tulis Bryon dalam puisi yang ia tulis tahun 1986.
Di
Indonesia, sejarah Tambora lama terlupakan. Sedikit yang menyadari,
kejadian luar biasa pernah terjadi di nusantara. Peringatan dua abad
letusan Tambora akan jatuh pada April 2015 mendatang. Perhelatan akbar
sedang disiapkan, termasuk eksebisi situs-situs yang ditemukan di
sekitar gunung tersebut.
Di
antaranya, sisa-sisa peradaban kuno dan kerangka dua orang dewasa yang
terkubur abu Tambora di kedalaman 3 meter. Diduga, itu adalah sisa-sisa
Kerajaan Tambora yang tragisnya 'diawetkan' oleh dampak letusan dahsyat
itu.
Penemuan
situs itu membuat Tambora punya kesamaan dengan letusan Gunung Vesuvius
di abad ke-79 Masehi. Peradaban di Tambora lantas sebagai "Pompeii di
Timur."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar