posted by: Dunia Andromeda
Layang-layang sudah terbang lebih dulu, jauh sebelum balon udara dan pesawat terbang ditemukan. Balon udara baru mulai terbang tahun 1783. Sedangkan pesawat terbang bermesin, pertama kali diterbangkan tahun 1903. Layang-layang dipercaya lahir jauh sebelum itu.
Hingga saat ini memang tidak diketahui tanggal dan tahun yang pasti penerbangan perdana layang-layang. Namun demikian, para aktivis layang-layang mempercayai bahwa tradisi menerbangkan layang-layang pertama kali dikenal di Cina lebih dari 2.000 tahun yang lalu.
Dalam legend Cina disebutkan bahwa saat itu, para petani yang bekerja di sawah atau ladang, diserukan untuk mengikat topi yang dikenakannya dengan tali melingkar ke dagu. Seruan ini disebarkan supaya topi para petani tidak terbang saat angin kencang berhembus. Bersamaan dengan masa inilah, layang-layang mulai dikenal manusia.
Tentu saja, bentuk layang-layang saat itu belum beragam seperti sekarang. Bahan yang digunakannya pun masih dari dedaunan atau lembaran lain dari pepohonan. Saat itu, teknologi kertas maupun tekstil belum berkembang seperti sekarang.
Mulanya, layang-layang memang hanya digunakan sebagai hiburan pengisi waktu luang para petani. Namun dalam masa perkembangannya, layang-layang difungsikan untuk urusan yang sangat serius. Jenderal Han Hsin, yang hidup sekitar 200 tahun sebelum masehi, menggunakan layang-layang untuk kepentingan perang.
Menurut situs gombergkites.com, Jenderal Han Hsin yang hidup di masa Dinasti Han, biasa mengukur jarak kota yang akan ditaklukkan dalam perang dengan layang-layang. Biasanya, dia menerbangkan layang-layang dari luar tembok benteng pelindung kota, ke arah dalam kota, menuju titik yang hendak dituju.
Setelah berada tepat di atas lokasi yang ingin jadi pusat penyerangan, tali layang-layang kemudian digulung. Panjang tali itu kemudian jadi patokan untuk membuat terowongan bawah kota dan menjadi jalur penaklukkan. Strategi seperti ini cukup membantu Jenderal Han Hsin untuk memperluas wilayah lewat berbagai peperangan.
Tradisi menerbangkan layang-layang ini kemudian disebarkan oleh para saudagar Cina ke Korea dan melintas hingga India. Kemudian masing-masing wilayah mengembangkan jenis layang-layang sesuai dengan budayanya. Di Korea, layang-layang ini juga sempat digunakan untuk menjadi bagian dari peperangan.
Tahun 600 masehi, Jenderal Gim Yu-sin pernah meminta pasukannya untuk menundukkan para pemberontak. Tapi saat itu para pasukan menolak karena melihat ada komet dan ditafsirkan sebagai pertanda buruk. Mereka memilih untuk melawan jenderalnya, karena takut dengan firasat buruk itu.
Jenderal Gim tak kehabisan akal. Dia kemudian menggunakan layang-layang berukuran besar untuk menerbangkan bola api ke langit. Kepada para pasukan dia kemudian mengatakan bahwa komet sudah kembali ke langit dan pertanda buruk sudah pergi. Pasukan pun lantas maju perang dan berhasil mengalahkan pemberontak.
Pada abad ke-7, layang-layang juga menyeberang ke Jepang melalui para pendeta Budha. Mereka menggunakan layang-layang untuk mengusir pengaruh setan dan memberi spirit kepada para petani untuk bisa mendapatkan hasil panen yang berlimpah. Layang-layang menjadi sangat populer pada periode Edo.
Di pusat kekuasaan berada di wilayah Edo (saat ini jadi Tokyo), masyarakat umum diizinkan untuk menerbangkan layang-layang. Sebelumnya, layang-layang hanya bisa diterbangkan kelas sosial tertentu, di atas kelas Samurai. Setelah itu kemudian muncul banyak festival layang-layang di Jepang.
Sedangkan di India, layang-layang mulai populer pada masa Dinasti Mogul yang berkuasa sekitar tahun 1.500 masehi. Di India, layang-layang digunakan sebagai pengantar surat cinta atau hadiah dari seorang pria untuk gadis yang diinginkannya. Maklum, saat itu memang komunikasi antara pria dan wanita sangat dibatasi. Layang-layang kemudian diterbangkan kea rah sang perempuan idaman untuk menjadi jembatan komunikasi.
Beda lagi kisah layang-layang di era modern, atau di abad ke-18 hingga abad ke-19. Di masa ini, layang-layang banyak digunakan untuk kepentingan riset ilmiah. Benjamin Franklin dan Alexander Wilson menggunakan layang-layang untuk lebih jauh mempelajari angin dan cuaca. Sedangkan Sir George Caley, Samuel Langley, Lawrence Hargrave, Alexander Graham Bell, dan Wright bersaudara menggunakan layang-layang untuk mengembangkan sistem penerbangan.
Di era Perang Dunia I dan Perang Dunia II, layang-layang kembali dipakai untuk membantu pertempuran. Pihak-pihak yang berperang menggunakannya untuk mengobservasi musuh. Namun begitu perang berakhir, layang-layang kemudian dikembangkan untuk tujuan hiburan.
Ditemukannya material baru seperti nilon, fiberglass, kertas karbon, dan sebagainya, menjadikan layang-layang bisa dibuat lebih kuat, lebih ringan, dan lebih berwarna. Hal ini kemudian mengilhami Francis Rogallo dan Domina Jalbert untuk mengembangkan olah raga terjung payung. Setelah itu, layang-layang sudah tidak lagi banyak dipakai untuk kepentingan perang maupun sains, tapi lebih umum digunakan untuk hiburan seperti olah raga, festival, dan untuk kepentingan bisnis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar