posted by: Dunia Andromeda
Mereka
mencari pendapat lain; dan itulah keputusan yang menyelamatkan putra
mereka. Seorang ahli bedah saraf menemukan tanda-tanda samar aktivitas
otak dan dua minggu kemudian, Steven bangun dari komanya. Tujuh minggu
kemudian, dia meninggalkan rumah sakit.
Empat
tahun kemudian, Steven, yang kini bekerja sebagai pegawai bagian
rekening, mengatakan bahwa dia berutang segalanya atas kegigihan
orangtuanya. Dari rumahnya di Kenilworth, Warwickshire, Inggris, Steven
(kini 21 tahun), berkata, "Saya merasa sangat beruntung bahwa orangtua
saya memberi jawaban tidak."
Kecelakaan itu
terjadi pada Februari 2008. Steven yang masih siswa sekolah tengah
bepergian menggunakan sebuah Rover bersama dua temannya ketika seekor
kuda liar tiba-tiba berlari ke lintasan mobil tepat di depan mereka.
Temannya, Matius Jones (18), tewas dalam kecelakaan itu. Steven
mengalami luka serius di wajah, kepala, serta lengan dan dinyatakan
mengalami mati otak dua hari kemudian.
Dia
mengatakan, "Para dokter itu mengatakan kepada orangtua saya bahwa
mereka ingin mematikan alat bantu yang menopang kehidupan. Kata-kata
yang mereka sampaikan kepada orangtua saya adalah, Anda perlu mulai
berpikir tentang donasi organ."
"Saya kira itu
yang memberikan energi bagi ayah saya. Ia berpikir 'tidak mungkin'.
Mereka masih yakin saya hidup. Ketika duduk di sekitar tempat tidur,
mereka punya perasaan bahwa saya masih ada di sana dan sejumlah
kata-kata yang mereka sampaikan kepada saya, saya memberikan reaksi.
Saya berpikir, jika ayah saya setuju dengan mereka, mesin penopang
kehidupan itu dalam hitungan detik akan dilepaskan dari saya," kata
Steven sebagaimana dikutip Daily Mail, Selasa (24/4/2012).
John
Thorpe (51), yang bekerja sebagai akuntan, lalu menghubungi dokter
umum, Julia Piper, yang dikenal karena karyanya dalam pengobatan
tradisional dan alternatif. Tergerak oleh cerita mereka, Piper kemudian
meminta seorang ahli bedah saraf yang dia kenal untuk mengunjungi Steven
di University Hospital di Coventry.
Hebatnya,
ahli bedah saraf itu menyimpulkan bahwa Steven tidak mengalami mati otak
dan bahwa ia masih punya peluang tipis untuk pulih.
Para
dokter kemudian setuju untuk membebaskan Steven dari induksi kimia buat
komanya guna melihat apakah ia bisa bertahan hidup. Dua minggu
kemudian, dia sadar.
Steven berkata, "Sangat
mengkhawatirkan ketika berpikir bahwa lebih dari satu spesialis telah
memvonis saya. Mudah-mudahan itu dapat membantu orang untuk melihat
bahwa Anda tidak boleh menyerah. Jika Anda memiliki firasat tentang
sesuatu, ikuti itu. Ayah saya percaya saya masih hidup dan dia benar."
Steven,
yang punya tiga saudara perempuan, telah kehilangan fungsi lengan
kirinya dan telah menjalani operasi rekonstruksi besar untuk wajahnya,
termasuk membentuk kembali hidungnya dan rongga mata palsu pun
dibuatkan. Meski menderita sejumlah luka, dia bilang bahwa dia
menganggap bertahan hidup sebagai "sebuah kesembuhan sepenuhnya".
Dia
mengatakan, pengalaman itu masih "terlalu menyakitkan" bagi orangtuanya
untuk dibicarakan. John Thorpe, kepada Daily Mail, mengatakan, ia lebih
suka "membuat peristiwa itu jadi masa lalu".
Dr
Piper, yang berpraktik di Leicester, mengatakan, "Sebagai orangtua,
saya ingin membantu bahkan jika hanya ada sedikit peluang. Saya
berbicara kepada unit perawatan intensif dan mengatakan kepada mereka
untuk tidak mematikan mesin penopang Steven karena kami membawa
spesialis kami sendiri. Saya heran dengan hasilnya, tetapi orang-orang
khawatir bahwa hal ini dapat terjadi lebih sering dari yang kita tahu."
Seorang
juru bicara University Hospitals Coventry and Warwickshire NHS Trust
mengatakan, "Cedera pada otak Steven sangat kritis dan sejumlah CT scan
di kepala menunjukkan kerusakan yang hampir tidak dapat diperbaiki.
Sangat jarang bahwa seorang pasien dengan trauma otak luas seperti itu
bisa bertahan hidup. Kami senang melihat Steven sembuh."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar